Pengasuh dan segenap Pengurus Ahlul Bayt Times mengucapkan Selamat Hari Raya Idul Adha 10 Zulhijah 1433 H.

Video

Kamis, 30 Agustus 2012

Kumpulan Fatwa Pemimpin Besar Revolusi Islam Iran Rahbar Ayyatullah al - Udzma Sayyid Ali Khamenei R.a

Benar atau tidaknya amalan seseorang bergantung pada pengetahuannya akan masalah-masalah agama (syar’i) dan mengamalkannya. Salah satu cara untuk mengetahui hukum agama adalah dengan mengikuti fatwa atau taqlid kepada mujtahid yang memenuhi seluruh persyaratan ijtihad.
Untuk memperoleh informasi tentang fatwa seorang marja’ taqlid (mujtahid yang fatwanya diikuti) kita bisa merujuk ke buku Risalah Amaliyah (Kumpulan Fatwa) yang diyakini mewakili fatwanya.
Berdasarkan realitas, dimana banyak para mukallaf setelah wafatnya Ayatullah Al-Udhma Syaikh Ali Arakiy ingin bertaqlid kepada Ayatollah Al-Udhma Khamenei, pada saat yang sama hingga saat ini kumpulan fatwa beliau sedang dalam penyusunan dan belum diterbitkan, sementara buku ‘Ajwibah Al-Istifaat’ (Jawaban atas Pertanyaan Fatwa) tidak mnecakup semua masalah keseharian, maka kami memandang perlu untuk menyusun perbedaan yang ada antara fatwa beliau dan fatwa Imam Khomeini dengan berpijak pada buku Ajwibah Al-Istifaat dan beberapa sumber lainnya, sehingga setiap mukallaf dapat dengan mudah mengetahui masalah ini.



Imam Ali Khamenei :
1. Jika para mujtahid yang memenuhi syarat untuk diikuti berjumlah banyak dan fatwa mereka berbeda-beda, maka sesuai dengan prinsip ihtiyat seorang mukallaf wajib mengikuti (bertaqlid) kepada yang paling unggul dalam keilmuan (a’lam), kecuali jika fatwanya bertentangan dengan ihtiyat sementara fatwa mujtahid yang tidak a’lam sesuai dengan prinsip ihtiyat,  maka dalam hal ini tidak wajib untuk mengikuti fatwa mujtahid yang a’lam.
2. A’lam adalah seorang mujtahid yang lebih bisa dari pada yang lainnya dalam hal menyimpulkan hukum Allah dari dalil-dalilnya. Begitu juga ia memiliki pengetahuan yang cukup akan situasi dan kondisi zamannya yang berpengaruh pada proses identifikasi obyek hukum dan tugas syar’i.  
3. Memulai taqlid kepada mujtahid yang sudah meninggal tidak boleh berdasarkan prinsip ihtiyat wajib.

Soal:
Seorang remaja yang baru mencapai usia baligh dan bertaqlid kepada Anda (Ayatollah Al-Udhma Khamenei), namun karena di awal taklif dia perlu membaca dan mengenal seluruh masalah fikih, bolehkan ia menelaah kumpulan fatwa Imam Khomeini r.a?

Jawab:
Dalam masalah-masalah umum yang dibutuhkan oleh para remaja tercinta, silahkan merujuk kumpulan fatwa Imam Khomeini. Dan jika mereka tidak mendapatkan jawaban dari permasalahan yang dihadapi dalam buku tersebut silahkan mengajukan pertanyaan!

Thaharah

1. Ukuran Air Kur Kurang lebih 384 liter. 
2. Soal:
Apakah orang-orang Ahlul Kitab itu suci atau najis?

Jawab:
Tidak ada kejelasan bahwa mereka najis dzatiy. Menurut pandangan kami mereka dihukumi suci.
Orang-orang Ahlul Kitab itu adalah orang-orang yang beragama Kristen, Yahudi, Zoroaster dan Shabiin. 
3. Kotoran burung yang haram dimakan, tidak najis.
4. Darah yang ada pada telur ayam dihukumi suci namun haram untuk dikonsumsi.
5. Soal: Kami mohon penjelasan Anda tentang daging, kulit dan anggota badan binatang lainnya yang diimpor dari negara-negara non muslim?

Jawab:
Jika ada indikasi bahwa ia disembelih dengan cara yang sesuai dengan aturan syariat Islam, maka dihukumi suci, jika yakin bahwa binatang itu tidak disembelih secara sya’i maka hukumnya najis. 
6. Minuman yang memabukkan berdasarkan ihtiyat, najis. 
7. Sesuatu yang bersentuhan dengan benda najis dan menjadi najis jika bersentuhan lagi dengan sesuatu yang lain dalam keadaan basah, maka ia juga menjadi najis. Begitu juga sesuatu yang menjadi najis tersebut jika bersentuhan dengan sesuatu yang lain, maka ia pun berdasarkan prinsip ihtiyat menjadi najis. Namun benda najis yang ke tiga ini tidak lagi membuat najis benda lain berikutnya. 
8. Jika kita meyakini, bahwa badan seorang muslim najis atau suatu barang yang ia miliki najis, kemudian untuk beberapa waktu kita tidak menjumpainya, maka di saat kita berjumpa lagi dengannya dan kita menyaksikannya memperlakukan barang-barang najis tersebut layaknya barang yang suci, maka kita (bisa) memperlakukannya layaknya barang yang suci dengan syarat orang tersebut mengetahui kondisi awal bahwa barang-barang tersebut najis dan kita mengetahui, bahwa orang tersebut memahami hukum-hukum najis dan kesucian.
9. Soal:
Di saat membuang air kecil, berapa kali harus dituangkan air kepadanya hingga bisa dihukumi suci?

Jawab:
Tempat keluarnya air kencing, sesuai prinsip ihtiyat menjadi suci dengan dua kali dibasuh. 
10. Tempat keluarnya kotoran (dubur) bisa disucikan dengan salah satu dari dua cara: 1) dengan air sampai najisnya hilang (setelah itu tidak perlu lagi ada pengulangan). 2) dengan tiga batu, kain atau benda sejenisnya. Jika dengan tiga batu belum hilang, maka wajib diulang hingga bersih. Boleh juga dengan satu batu atau kain dan sejenisnya tapi diusap (dipoles) dengan tiga tempat (bagian) yang berbeda. 

Wudhu'
1. Usapan kaki (diharuskan) hingga pergelangan (awal betis) kaki.
2. Wajah dan tangan wajib dibasuh dari atas ke bawah dan jika dibasuh dari bawah ke atas maka wudhu’nya batal.
3. Membasuh wajah dan tangan di saat berwudhu’ pada basuhan pertama hukumnya wajib, ke dua boleh dan selebihnya tidak disyariatkan. Penentuan basuhan pertama atau ke dua ada pada niat pelaku wudhu’. Karenanya boleh saja menuangkan beberapa kali ke wajah tapi dengan niat sebagai satu basuhan. 
4. Mengusap kepala dan kaki haruslah dengan sisa air yang ada di tangan dan berdasarkan ihtiyat wajib, kepala diusap dengan tangan kanan, namun tidak wajib dari atas ke bawah.
5. Jika pada anggota wudhu terdapat luka terbuka atau patah tulang dengan luka yang terbuka, dan menuangkan air tidak membahayakan, maka wajib membasuhnya dengan air. Namun jika hal itu berbahaya, maka wajib untuk membasuh sekitar tempat tersebut, dan berdasarkan ihtiyat wajib, diharuskan mengusapkan tangan basah ke atas bagian luka jika hal itu tidak membahayakan.
6. Apabila luka tersebut ada pada bagian yang wajib diusap dan tidak bisa (langsung) diusap dengan tangan yang basah, maka ia wajib bertayammum. Namun jika bisa untuk meletakkan kain di atasnya lalu mengusapnya, maka berdasarkan ihtiyat selain bertayammum dia harus berwudhu dengan mengusap pada kain tersebut. 

Mandi 
1. Mendahulukan setengah badan sebelah kanan dalam mandi (wajib) berdasarkan prinsip ihtiyat. Artinya sesuai dengan prinsip ihtiyat wajib, terlebih dahulu membasuh bagian kanan tubuh kemudian bagian kiri.
2. Diantara yang diharamkan bagi seorang yang sedang dalam keadaan janabah adalah membaca ayat yang mewajibkan sujud. (karenanya membaca ayat-ayat lainnya dari surah-surah tersebut tidaklah bermasalah).
3. Menyentuh anggota badan mayat yang terpisah –setelah tubuhnya dingin dan belum dimandikan- sama hukumnya dengan menyentuh mayat. Namun menyentuh anggota tubuh yang terpisah dari manusia yang masih hidup tidak menghasilkan kewajiban mandi.

Tayammum 
1. Soal:Bagaimana cara bertayammum? Apakah perbedaan antara cara bertayammum sebagai ganti dari wudhu’ dengan tayammum sebagai ganti dari pada mandi? Jawab:Tayammum (dilakukan) dengan cara tertib seperti berikut:a)      Berniat.b)      Memukulkan dua telapak tangan ke              benda yang boleh dijadikan sebagai              bahan tayammum.c)      Mengusapkan dua telapak tangan ke seluruh dahi dari tempat tumbuhnya rambut hingga ujung hidung bagian atas mencakup alis.d)      Mengusap seluruh bagian luar telapak tangan kanan dengan bagian dalam telapak tangan kiri kemudian mengusap seluruh bagian luar telapak tangan kiri dengan bagian dalam telapak tangan kanan.e)      Berdasarkan ihtiyat wajib memukulkan lagi dua telapak tangan ke benda yang boleh dijadikan sebagai bahan tayammum.f)        Mengusap seluruh bagian luar telapak tangan kanan dengan bagian dalam telapak tangan kiri kemudian mengusap seluruh bagian luar telapak tangan kiri dengan bagian dalam telapak tangan kanan.·        Cara di atas tidak berbeda antara tayammum sebagai ganti dari wudhu dengan tayammum sebagai ganti dari pada mandi.
2. Soal:Bagaimana hukum bertayammum dengan batu  kapur yang sudah dimasak atau batu bata? Jawab:Tayammum dengan segala sesuatu yang ada di atas bumi, seperti batu kapur sah hukumnya. Karenanya bertayammum dengan batu kapur yang sudah dimasak dan batu bata serta sejenisnya juga tidak masalah.  Soal:Bagaimana hukumnya sujud di atas semen dan perselen (tegel) dan bagaimana pula hukum bertayammum dengannya?   Jawab:Sujud dan tayammum pada keduanya tidak bermasalah. Namun, scara ihtiyat, hendaknya dihindari bertayammum dengan keduanya.
3. Soal:Anda menjelaskan bahwa bahan yang dijadikan sebagai alat tayammum haruslah suci. Apakah anggota tayammum –dahi dan bagian luar telapak tangan- juga harus suci? Jawab:Berdasarkan prinsip ihtiyat, selama memungkinkan dahi dan dua tangan haruslah suci dan jika tidak memungkinkan untuk disucikan, maka haruslah bertayammum tanpa menyucikannya. Tidak tertutup kemungkinan bahwa kesucian dalam semua kondisi itu tidak disyaratkan.
4. Seseorang yang bertayammum sebagai ganti dari pada mandi, jika melakukan hadas kecil, seperti kencing, maka untuk melakukan shalat berikutnya jika belum bisa mandi, sesuai prinsip ihtiyat wajib hendaknya ia bertayammum lagi sebagai ganti dari mandi dan berwudhu (lagi). 
5. Seseorang yang tidak bisa berwudhu dan bertayammum, maka berdasarkan ihtiyat wajib untuk melakukan shalatnya tanpa kesucian. Dan setelah (bisa bersuci) ia wajib meng-gadha’-nya.  
6. Seseorang yang melakukan tayammum karena kekhawatiran dan ketakutan akan adanya bahaya jika menggunakan air, jika setelah bertayammum dan sebelum melaksanakan shalat dia tahu bahwa ternyata air tidak akan membahayakannya, maka tayammumnya batal. Namun jika hal itu terjadi setelah melaksanakan shalat, maka sesuai dengan prinsip ihtiyat wajib, ia harus mandi atau wudhu’ dan mengulang shalatnya.

Hukum Jenazah 
Seyogyanya seorang muslim di saat ihtidhar ditidurkan dalam keadaan terlentang dimana keduanya ke dua telapak kaki bagian bawahnya menghadap ke arah kiblat. Banyak ulama yang mewajibkan hal itu pada orang yang sedang ihtidhar sendiri – di saat mampu – dan bagi orang lain (yang ada di sekitarnya). Sesuai prinsip ihtiyat hendaknya hal itu tidak ditinggalkan
Orang yang memandikan jenazah haruslah seorang muslim bermadzhab 12 Imam, berakal sehat (aqil), baligh dan mengetahui hukum-hukum seputar memandikan jenazah

Kiblat 
Jika seseorang tidak memiliki cara untuk mengidentifikasi arah kiblat atau setelah berusaha tetap belum memiliki pengetahuan (keyakinan) atau dugaan ke salah satu arah, maka berdasarkan prinsip ihtiyat, ia wajib melaksanakan shalat ke empat arah  dan bila waktu tidak mencukupi untuk melakukan empat shalat ke empat arah berbeda, maka hendaklah ia melakukan shalat semaksimal waktu yang memungkinkan

Waktu Shalat
Soal:Apakah pada malam-malam terang bulan harus menunda pelaksanaan shalat hingga 20 menit dari adzan subuh, padahal kita sudah yakin dengan terbitnya fajar pada 15 menit setelah adzan Subuh? Jawab:Dalam hal identifikasi terbitnya fajar sebagai awal masuknya waktu shalat dan akhir dari makan sahur tidak ada perbedaan antara malam terang bulan dengan lainnya. Walaupun sudah barang tentu melakukan ihtiyat (dengan mengakhirkan pada malam-malam terang bulan) adalah sebuah kebaikan. Soal:Dikarenakan adanya perluasan kota dan kesulitan untuk memastikan terbitnya fajar, maka kita yang akan memasuki bulan suci Ramadhan berharap dari Anda untuk menjelaskan bagaimana menentukan masuknya waktu Subuh dan mengakhiri makan sahur sebagai awal dari pelaksanaan kewajiban puasa? Jawab:Seyogyanya bagi kaum mukminin yang dirahmati Allah untuk bersikap hati-hati pada penentuan waktu shalat Subuh dengan menunda 5-6 menit setelah adzan Subuh yang dikumandangkan oleh TV/ Radio dan mengakhiri makan sahur pada saat adzan mulai dikumandangkan
Soal:Apakah waktu shalat Ashar hingga adzan Maghrib ataukah hingga terbenamnya matahari? Jawab:Akhir waktu Ashar adalah sampai terbenamnya matahari
Seorang yang akan melaksanakan shalat hendaknya memiliki keyakinan, bahwa waktu shalat telah masuk atau ia mendapatkan informasi dari dua orang yang adil atau seorang muadzdzin yang terpercaya
Jika seseorang melaksanakan shalat Ashar karena mengira dirinya telah mengerjakan shalat Dzuhur dan di tengah-tengah shalatnya ia sadar, bahwa ia belum melaksanakan shalat Dzuhur, jika ia berada pada waktu musytarak, maka ia harus langsung mengubah niatnya menjadi shalat Dzuhur serta menyempurnakannya  dan setelah itu ia melaksanakan shalat Ashar. Namun jika hal itu terjadi pada waktu khusus Dzuhur, maka ia wajib mengubah niatnya menjadi shalat Dzuhur serta menyempurnakannya setelah itu ia melaksanakan shalat Ashar dan berdasarkan ihtiyat ia wajib mengulangi shalat Dzuhur dan Asharnya lagi. Tugas semacam ini juga berlaku pada shalat Maghrib dan Isya

Pakaian Shalat 
Memakai perhiasan emas seperti kalung, cincin dan jam tangan hukumnya haram bagi orang laki-laki dan sesuai prinsip ihtiyat, tidak sah shalat dengan memakai perhiasan tersebut
Bagaimana pandangan Anda tentang hukum memakai emas putih bagi orang laki-laki? Jawab:Jika yang dimaksudkan adalah emas yang diubah warnanya dengan bahan tertentu sehingga menjadi putih maka hukumnya tetap haram. Namun platina atau bahan lain yang dicampur dengan emas dengan kadar yang sangat sedikit sehingga dalam pandangan umum tidak disebut sebagai emas, maka tidak apa-apa
Pakaian orang laki-laki yang melaksanakan shalat, sekalipun seperti kopiah, kaos kaki dan pengikat baju, tidak boleh terbuat dari sutra murni. Begitu juga di luar shalat pun haram hukumnya bagi laki-laki memakai pakaian yang terbuat dari sutra murni
Jika badan atau pakaian pelaksana shalat berlumuran darah –selain darah luka, borok atau bisul- yang kadarnya tidak melebihi satu ruas jari telunjuk, maka shalatnya tidak bermasalah (sah) namun jika lebih dari kadar tersebut, maka batallah shalatnya
Pada masalah yang lalu telah ditanyakan hukum darah haid, yakni, sedikitpun darah haid yang ada di badan atau pakaianm maka shalat dengannya tidak sah. Dan seusai prinsip ihtiyath wajib, darah nifas dan istihadhah juga darah binatang yang najis serta binatang yang dagingnya haram dan bangkai, hukumnya sama dengan hukum darah haid. Bahkan dalil-dalil tentang hukum hal-hal tadi selain darah nifas dan istihadhah, cukup kuat

Tempat Shalat 
Tempat dahi ketika sujud tidak boleh lebih tinggi melebihi empat jari rapat dari tempat duduk (lutut) dan tempat ujung jari kaki.
Diantara tempat berdirinya orang laki-laki dan perempuan berdasarkan ihtiyat wajib haruslah ada jarak minimalnya satu jengkal. Jika demikian, maka hukum shalat keduanya sah baik keduanya sejajar atau si perempuan berada lebih ke depan dari pria.
Melaksanakan shalat wajib di dalam Ka’bah hukumnya makruh. Dan berdasarkan ihtiyat wajib hendaknya dihindari melakukan shalat di atas atap Ka’bah. 
Pelaku shalat hendaknya tidak melakukan shalat dengan membelakangi pusara suci Nabi ataupun Imam. Namun sejajar dengan pusara mereka tidak apa-apa.

Hukum Mesjid 
1. Mesjid yang dimiliki dengan tidak benar (ghashab), lalu hancur atau ditinggalkan begitu saja, jika di tempat tersebut didirikan bangunan lainnya atau karena telah ditinggalkan sehingga tidak lagi bisa disebut mesjid dan tidak ada harapan untuk dibangun kembali, karena di daerah tersebut tidak ada lagi yang menghuni, misalnya, maka tentang keharaman menajiskan tempat tersebut tidak jelas hukumnya, walaupun hendaknya berihtiyat (sunnah) untuk tidak menajiskannya.
2. Menghiasi mesjid dengan emas jika sampai pada kategori Israf  (berlebihan dan membuang-buang uang untuk sesuatu yang tidak bermanfaat, Pent.) maka hukumnya haram, jika tidak demikian maka hukumnya makruh. 

CATATAN:
  1. Para mukallid Ayatollah Al-Udhma Khamenei bisa melaksanakan fatwa beliau dengan memperhatikan perbedaan yang ada. Jika masih ada yang tidak jelas bisa menyampaikan pertanyaan guna memperjelas hal itu.
  2. Dalam sebagian kasus, tidak terdapat perbedaan, tetapi yang ada adalah penjelasan atau penambahan keterangan.
  3. Fatwa Imam Khomeini diambil dari kitab Tahrir Al Wasilah, Taudhih Al Masail dan Al ‘Urwatul Wutsqa.
  4. Untuk mempersingkat pembahasan kami sengaja tidak mencantumkan referensi fatwa, bagi yang menginginkannya bisa merujuk ke edisi cetak yang telah diterbitkan.

 Sumber

Selasa, 28 Agustus 2012

Biografi Rahbar Ayatullah Sayyid Ali Khamenei

"Carilah seorang seperti Khamenei yang komitmen terhadap Islam,
pengkhidmat, dan yang hatinya yang berpikir melayani bangsa ini,
tentu kalian tidak akan mendapatkannya.
Aku telah mengenalnya bertahun-tahun".
Imam Khomeini r.a

Kelahiran hingga sekolah
Rahbar atau Pemimpin Tertinggi Revolusi Islam Iran, Ayatullah Sayyid Ali Khamenei, putra almarhum Hujjatul Islam wal Muslimin Haj Sayyid Javad Husaini Khamenei, dilahirkan pada tanggal 24 Tir 1318 Hijriah Syamsiah (16 Juli 1939) atau bertepatan dengan tanggal 28 Shafar 1357 Hijriah di kota suci Mashad. Beliau adalah putra kedua. Kehidupan Sayyid Javad Khamenei sangat sederhana sama seperti kebanyakan ulama dan pengajar agama lainnya. Istri dan anak-anaknya memahami secara mendalam makna zuhud dan kesederhanaan dengan baik berkat bimbingannya. Ketika menjelaskan kondisi kehidupan keluarganya, Rahbar mengatakan, "Ayah saya adalah ulama yang terkemuka, namun sangat zuhud dan pendiam. Kehidupan kami cukup sulit. Saya teringat, sering di malam hari kami tidak memiliki apa-apa untuk dimakan! Ibu saya dengan susah payah menyiapkan makan malam... hidangan makan malam itu adalah roti dan kismis".
"Rumah ayah tempat saya dilahirkan -hingga saya berusia empat sampai lima tahun- berukuran 60 - 70 meter persegi di kawasan miskin Mashad. Rumah ini hanya memiliki satu kamar dan sebuah ruang bawah tanah yang gelap dan sempit. Ketika ayah saya kedatangan tamu (karena ayah saya adalah seorang ulama dan menjadi rujukan masyarakat, beliau sering kedatangan tamu) kami pergi ke ruang bawah tanah sampai tamu itu pergi. Kemudian beberapa orang yang menyukai ayah saya membeli tanah di samping rumah dan menggabungkannya dengan rumah kami sehingga rumah kami memiliki tiga kamar".
Seperti inilah beliau dibimbing dan sejak usia empat tahun Rahbar bersama kakak beliau yang bernama Sayyid Mohammad diserahkan ke maktab untuk mengenal alpabet dan belajar membaca AlQuran. Setelah itu, kedua bersaudara ini melalui jenjang pendidikan dasar mereka di sekolah Islam yang saat itu baru dibangun "Daar At-Ta'lim Diyanati".

Di Hauzah Ilmiah
Setelah mempelajari Jamiul Maqaddimat, ilmu sharf dan nahwu, beliau masuk ke hauzah ilmiah serta belajar ilmu-ilmu dasar dan sastra dari ayah beliau dan para guru lainnya. "Faktor dan alasan utama saya memilih jalan bercahaya keruhanian ini adalah ayah saya dan ibu saya yang selalu mendukung saya."
Beliau belajar ilmu tata bahasa Arab Jamiul Muqaddimat, Suyuthi dan Mughni dari para guru di madrasah Sulaiman Khan dan Navvab. Sang ayah mengawasi terus dan memantau perkembangan pendidikan anaknya. Pada masa itu Sayyid Ali Khamenei juga mempelajari buku Ma'alim. Kemudian beliau belajar kitab Syarai' Al Islam dan Syarh Lum'ah dari sang ayah dan sebagiannya dari almarhum Agha Mirza Modarris Yazdi. Untuk kitab Rasail dan Makasib, beliau menimba ilmu dari almarhum Haj Syeikh Hashim Qazveini, dan pelajaran lainnya di jenjang fiqih dan ushul, beliau dibimbing langsung oleh sang ayah. Beliau melalui tingkat dasar itu sangat cepat hanya dalam kurun waktu lima setengah tahun. Ayah beliau pada masa itu berperan sangat besar dalam perkembangan anaknya. Sayid Ali Khamenei berguru pada almarhum Ayatullah Mirza Javad Agha Tehrani di bidang ilmu logika, filsafat, kitab Mandzumah Sabzavari, dan kemudian beliau juga belajar dari almarhum Syeikh Reza Eisi.

Di Hauzah Ilmiah Najaf
Sejak usia 18 tahun Ayatullah Khamenei mulai belajar tingkat darsul kharij (tingkat tinggi) ilmu fiqih dan ushul di kota Mashad dari seorang marji' almarhum Ayatullah Al Udzma Milani. Pada tahun 1336 hijriah syamsiah (1957) beliau pergi menuju kota Najaf di Irak untuk berziarah. Setelah menyaksikan dan ikut dalam kelas darsul kharij dari para mujtahid di hauzah Najaf termasuk almarhum Sayyid Muhsin Hakim, Sayyid Mahmoud Shahroudi, Mirza Bagher Zanjani, Sayyid Yahya Yazdi, dan Mirza Bojnourdi, Sayid Ali Khamenei sangat menyukai kondisi belajar, mengajar, dan penelaahan di hauzah ilmiah Najaf. Beliau pun lantas memberitahukan niatnya untuk belajar di Najaf kepada sang ayah, namun ayah beliau tidak menyetujui hal ini. Setelah beberapa waktu, beliau kembali ke Mashad.

Di Hauzah Ilmiah Qom
Pada tahun 1337 hingga 1343 Hijriah Syamsiah (1958-1964), Ayatullah Khamenei belajar ilmu tingkat tinggi di bidang fiqih, ushul, dan filsafat, di hauzah ilmiah Qom dari para guru besar termasuk di antaranya almarhum Ayatullah Al-Udzma Boroujerdi, Imam Khomeini, Syeikh Murtadha Hairi Yazdi, dan Allamah Taba'tabai. Pada tahun 1343 Hijriah Syamsiah (1964), Sayid Ali Khamenei sangat sedih karena dalam surat menyurat dengan ayahnya, beliau mengetahui bahwa satu mata ayahnya tidak dapat melihat lagi akibat terserang penyakit katarak. Saat itu beliau bimbang antara tinggal di Qom untuk melanjutkan studi atau pulang ke Mashad. Akhirnya demi keridhoan Allah swt, beliau memutuskan pulang ke Mashad dan merawat sang ayah.
Dalam hal ini Ayatullah Khamenei mengatakan, "Saya pulang ke Mashad dan Allah swt telah melimpahkan petunjuk-Nya kepada kami. Yang terpenting adalah saya telah melaksanakan tugas dan tanggung jawab saya. Jika saya mendapatkan anugerah, itu dikarenakan kepercayaan saya untuk selalu berbuat baik kepada ayah dan ibu saya".
Dihadapkan pada dua pilihan sulit tersebut, Ayatullah Khamenei memutuskan pilihan yang tepat. Sejumlah guru dan rekan beliau sangat menyayangkan mengapa beliau sedemikian cepat meninggalkan hauzah ilmiah Qom, karena mereka berpendapat jika beliau tinggal sedikit lebih lama lagi maka beliau akan menjadi demikan dan demikian... Namun fakta di masa depan membuktikan bahwa Ayatullah Khamenei memilih pilihan yang tepat dan perjalanan hidup yang ditetapkan oleh Allah swt untuk beliau lebih tinggi dan mulia dari apa yang mereka perkirakan. Adakah orang yang menduga bahwa ulama muda berusia 25 tahun yang cerdas dan berbakat ini, yang pergi meninggalkan Qom untuk merawat kedua orang tuanya, kelak 25 tahun kemudian diangkat menjadi pemimpin umat?
Di Mashad, Ayatullah Khamenei tidak menginggalkan pelajarannya. Selain hari libur, dan pada waktu berjuang, dipenjara, atau bepergian, beliau tetap melanjutkan pelajaran tingkat tinggi fiqih dan ushul hingga tahun 1347 Hijriah Syamsiah (1768) dari para guru besar hauzah Mashad khususnya Ayatullah Milani. Tidak hanya itu, sejak tinggal di Mashad tahun 1343 Hijriah Syamsiah (1964) untuk merawat kedua orang tuanya, Ayatullah Khamenei juga memberikan pelajaran ilmu fiqih, ushul, dan maarif Islami kepada para pelajar agama muda dan mahasiswa.


Perjuangan Politik
Ayatullah Khamenei menurut keterangan beliau sendiri adalah termasuk salah satu murid Imam Khomeini dalam pelajaran fiqih, ushul, politik, dan revolusi. Namun percikan pertama aktivitas politik dan perjuangan beliau terhadap pemerintahan dzalim, dipantik oleh seorang pejuang besar yang gugur syahid di jalan Islam, Sayyid Mujtaba Navvab Safavi. Ketika itu, Navvab Safavi dan sejumlah pejuang Islam lainnya dari kelompok Fedaiyan-e Islam (Pembela Islam) pada tahun 1331 Hijriah Syamsiah (1952) pergi ke kota kota Mashad untuk menyampaikan pidatonya yang berapi-api di madrasah Sulaiman Khan soal kebangkitan Islam dan penerapan hukum Allah, serta membongkar tipu daya Rezim Syah dan Inggris terhadap bangsa Iran. Pada masa itu, Ayatullah Khamenei termasuk pelajar madrasah Sulaiman Khan dan beliau benar-benar terkesan oleh pidato Navvab. Dalam hal ini beliau mengatakan, "Saat itu juga percikan semangat revolusi Islam dibangkitkan pada jiwa saya oleh Navvab dan saya tidak ragu lagi bahwa saat itulah Navvab telah menyalakan api perjuangan dalam hati saya". 

Bersama Gerakan Imam Khomeini r.a
Ayatullah Khamenai pada tahun 1341 Hijriah Syamsiah (1962), tinggal di kota suci Qom dan saat itu beliau masuk di medan perjuangan politik Imam Khomeini melawan politik anti-Islam ala Amerika Serikat (AS) yang digulirkan oleh Rezim Syah Pahlevi. Selama 16 tahun beliau berjuang dan harus melalui berbagai kondisi termasuk penjara dan pengasingan. Selama itu pula beliau tidak gentar menghadapi segala bentuk ancaman bahaya. Untuk pertama kalinya pada tahun 1338 Hijirah Syamsiah (1959), beliau diinstruksikan oleh Imam Khomeini untuk menyampaikan pesannya kepada Ayatullah Milani dan para ulama lainnya di Propinsi Khorasan soal mekanisme program dakwah para ulama dan ruhaniwan di bulan Muharram dan penyingkapan kebobrokan politik Rezim Syah dan AS, serta menyangkut kondisi Iran dan kota suci Qom. Misi itu dijalankannya dengan baik dan beliau melaksanakan tugas dakwah bulan Muharram di kota Birjand. Dalam dakwahnya, seperti yang telah dimandatkan oleh Imam Khomeini, Ayatollah Khamenei mengungkap kebobrokan Rezim Syah dan politik AS. Oleh sebab itu, pada tanggal 9 Muharram bertepatan dengan tanggal 12 Khordad 1342 (2 Juni 1963), beliau ditangkap dan ditahan semalam. Keesokan harinya beliau dibebaskan dengan syarat tidak lagi berpidato di atas mimbar. Gerak gerik beliau pun diawasi oleh aparat. Menyusul terjadinya peristiwa berdarah 15 Khordad (5 Juni 1963), beliau kembali ditangkap dan diserahkan ke penjara militer di kota Mashad. Beliau mendekam selama 10 hari dalam penjara tersebut dan selama itu pula beliau menjadi mangsa aksi penyiksaan sadis.

Penahanan Kedua
Pada bulan Bahman tahun 1342 Hijriah Syamsiah (Februari 1963) atau Ramadhan 1383 Hijriah, Ayatullah Khamenei bersama beberapa rekan beliau pergi menuju Kerman dengan perencanaan yang matang. Setelah dua atau tiga hari berpidato dan bertemu dengan ulama dan para pelajar agama di Kerman, beliau melanjutkan perjalanannya menuju kota Zahedan. Pidato beliau yang penuh semangat khususnya pada tanggal 6 Bahman (26 Januari) hari ulang tahun pemilihan umum dan referendum palsu yang digelar Rezim Syah- mendapat sambutan hangat dari masyarakat. Pada tanggal 15 Ramadhan yang bertepatan dengan hari kelahiran Imam Hasan as, ketegasan dan keberanian serta semangat revolusi Ayatullah Khamenei dalam mengungkap politik setan dan ala AS Rezim Syah Pahlevi, sampai pada puncaknya. Sebab itu, para agen intelejen Rezim Syah atau SAVAK, menangkap beliau pada malam hari dan mengirim beliau ke Tehran dengan menggunakan pesawat. Beliau dijebloskan ke dalam sel perorangan di penjara Qezel Qal'eh selama kurang lebih dua bulan. Selama itu pula beliau bersabar menahan segala macam penyiksaan. 

Penahanan Ketiga dan Keempat
Kelas pelajaran tafsir, hadis, dan pemikiran Islami beliau di kota Mashad dan Tehran, mendapat perhatian yang luar biasa dari para pelajar muda revolusioner. Hal inilah yang kembali membuat para agen SAVAK geram dan selalu mengawasi aktivitas Ayatullah Khamenei. Karena diawasi, pada tahun 1345 Hijriah Syamsiah (1966) Ayatollah Khamenei beraktivitas secara sembunyi-sembunyi. Setahun kemudian, beliau ditangkap dan dipenjara. Pada tahun 1349 Hijriah Syamsiah (1970), untuk keempat kalinya beliau ditangkap oleh SAVAK karena berbagai aktivitas ilmiah dan perjuangan beliau terhadap Rezim Syah. 

Penangkapan Kelima
Mengenai penangkapan kelimanya, Ayatullah Khamenei menulis, "Pada tahun 1348 Hijriah Syamsiah (1969), terbuka peluang untuk melakukan perlawanan bersenjata di Iran. Sensitifitas dan kekerasan agen-agen Rezim Syah saat itu terhadap pribadi saya juga semakin meningkat mengingat gerakan perlawanan bersenjata tersebut tidak mungkin terlepas dari orang-orang seperti saya. Pada tahun 1350 Hijriah Syamsiah (1971), saya kembali dipenjara. Tindakan kekerasan yang dilakukan SAVAK di penjara secara jelas menunjukkan kekhawatiran mereka terhadap menyatunya gerakan perlawanan bersenjata dengan pusat-pusat pemikiran Islam. Dan mereka tidak dapat menerima fakta bahwa aktivitas ilmiah dan dakwah saya di Mashad dan Tehran tak ada kaitannya dengan gerakan perlawanan bersenjata itu. Setelah bebas dari penjara, pelajaran tafsir untuk umum dan kelas-kelas ideologi dan lain-lain, semakin meluas."

Penangkapan Keenam
Antara tahun 1350 hingga 1353 Hijriah Syamsiah (1971-1974), pelajaran tafsir dan ideologi Ayatullah Khamenei digelar di tiga masjid yaitu masjid Karamat, masjid Imam Hasan as, dan masjid Mirza Ja'far, di kota Mashad. Ribuan warga khususnya para pemuda revolusioner memenuhi ketiga masjid tersebut untuk mendengarkan pemikiran dan pelajaran Ayatullah Khamenei. Pelajaran Nahjul Balaghah beliau juga sangat diminati. Penjelasan Nahjul Balaghah beliau yang ditulis dalam bentuk diktat berjudul "Partuee az Nahjul Balaghah" (Seberkas cahaya dari Nahjul Balaghah) diperbanyak dan disebar luas oleh para pemuda revolusioner. Mereka yang menimba pelajaran tentang hakikat dan perjuangan dari Ayatullah Khamenei, lantas menyebar ke seluruh penjuru di Iran dan menjelaskan tentang hakikat serta mempersiapkan mental warga bagi membela gerakan revolusi besar Islam.
Pada bulan Dey 1353 Hijriah Syamsiah (Januari 1975), SAVAK menyerbu rumah Ayatullah Khamenei. Selain menangkap beliau, para agen SAVAK juga merampas seluruh artikel maupun catatan beliau. Ini merupakan penangkapan keenam dan masa penahanan yang paling sulit. Ayatollah Khamenei disekap dalam penjara Komite Gabungan Kepolisian hingga musim gugur tahun 1354 Hijriah Syamsiah (mendekati bulan-bulan akhir tahun 1975). Selama masa penahanan, beliau diperlakukan dengan sangat keji. Kepedihan yang dialami Ayatullah Khamenei selama masa penahanan itu menurut beliau hanya dapat dipahami oleh orang-orang yang pernah merasakan kondisi yang sama. Setelah bebas, Ayatullah Khamenei kembali ke kota Mashad dan tetap melanjutkan aktivitas ilmiah dan revolusionernya. Namun kali ini beliau tidak dapat membuka kelas-kelas terbuka seperti sebelumnya. 

Di Pengasingan
Rezim Syah Pahalevi pada akhir tahun 1356 Hijriah Syamsiah (1978), menangkap dan mengasingkan Ayatullah Khamenei ke kota Iranshahr selama tiga tahun. Pada pertengahan tahun 1357 (akhir 1978), menyusul semakin tajamnya perjuangan warga muslim revolusioner Iran, Ayatullah Khamenei dibebaskan dari pengasingan dan kembali ke kota Mashad. Beliau berada di barisan terdepan perjuangan rakyat Iran melawan Rezim Pahlevi dan SAVAK. Setelah 15 tahun berjuang di jalan Allah swt secara ksatria serta ketabahan dalam menghadapi segala kesulitan, akhirnya beliau dapat merasakan hasil dari perjuangan dan perlawanan tersebut yaitu kemenangan Revolusi Islam Iran dan tumbangnya rezim despotik Syah Pahlevi, serta terbentuknya kedaulatan Islam di negeri ini.

Detik Menjelang Kemenangan
Menjelang kemenangan Revolusi Islam, sebelum kepulangan Imam Khomeini r.a dari Paris ke Tehran, sesuai instruksi Imam, dibentuklah Dewan Revolusi Islam yang dianggotai oleh sejumlah tokoh pejuang seperti Ayatullah (Syahid) Mutahhari, Ayatullah (Syahid) Beheshti, Hashemi Rafsanjani, dan lain-lain. Imam Khomeini juga merekomendasikan Ayatullah Khamenei untuk menjadi anggota dewan. Pesan Imam Khomeini r.a itu disampaikan kepada Ayatullah Khamenei oleh Syahid Muthahhari, dan setelah itu Ayatullah Khamenei berangkat dari Mashad menuju Tehran.

Pasca kemenangan Revolusi Islam Iran, Ayatullah Khamenei tetap melanjutkan aktivitas dan kerja keras untuk merealisasikan cita-cita revolusi. Aktivitas dan jabatan yang beliau emban sangat penting khususnya jika dilihat dengan memandang kondisi saat itu. Berikut ini adalah ringkasan aktivitas penting beliau:
● Ikut mendirikan Partai Republik Islam pada bulan Esfand tahun 1357 Hijriah Syamsiah (Maret 1979) dengan kerjasama sejumlah ulama pejuang seperti Syahid Beheshti, Syahid Bahonar, Hashemi Rafsanjani, dan lain-lain.
● Menjabat sebagai Deputi Menteri Pertahanan Iran, tahun 1358 Hijriah Syamsiah (1979).
● Pemimpin Pasukan Garda Revolusi Islam Iran, tahun 1358 Hijriah Syamsiah (1979).
● Imam Jum'at Tehran, tahun 1358 Hijriah Syamsiah (1979).
● Wakil Imam Khomeini r.a di Dewan Tinggi Pertahanan, tahun 1359 Hijriah Syamsiah (1980).
● Wakil warga Tehran di Majles Shura Islami (Parlemen Iran), tahun 1358 Hijriah Syamsiah (1979).
● Partisipasi aktif beliau dengan mengenakan seragam militer di medan perang ‘pertahanan suci' melawan Irak pada tahun 1359 Hijriah Syamsiah (1980), menyusul invasi pasukan Irak terhadap wilayah Iran. Dalam perang ini Irak diprovokasi dan dipersenjatai oleh kekuatan arogan dunia termasuk AS dan Uni Soviet.
● Gagalnya percobaan teror terhadap beliau oleh kelompok munafiqin di masjid Abu Dzar Tehran, tahun 1360 Hijriah Syamsiah (1981).
● Menjabat sebagai Presiden Republik Islam Iran, menyusul gugur syahidnya Muhammad Ali Rajaee, Presiden kedua Republik Islam Iran. Pada bulan Mehr tahun 1360 Hijriah Syamsiah (1981), Ayatullah Khamenei memperoleh lebih dari 16 juta suara warga, dan dilantik sebagai Presiden Republik Islam Iran setelah mendapat pengukuhan dari Imam Khomeini r.a. Beliau juga terpilih untuk kedua kalinya pada tahun 1364 hingga 1368 Hijriah Syamsiah (1985).
● Ketua Dewan Revolusi Kebudayaan, tahun 1360 Hijriah Syamsiah (1981).
● Ketua Dewan Penentu Kebijakan Negara, tahun 1366 Hijriah Syamsiah (1987).
● Ketua Dewan Revisi Konstitusi, tahun 1368 Hijriah Syamsiah (1989).
● Ditunjuk oleh Dewan Ahli untuk menjadi Rahbar atau Pemimpin Tertinggi Revolusi Islam Iran, yang dimulai sejak 14 Khordad, sepeninggal Imam Khomeini r.a. Pilihan ini sangat tepat, karena beliau memiliki kelayakan sepenuhnya untuk bukan saja membimbing warga Muslim Iran, melainkan umat Islam di seluruh dunia (1989).
Karya Tulis
1- Tarh-e Kulli-e Andishe-e Eslami dar Qor'an (Program Komprehensif Pemikiran Islami Dalam AlQuran).
2- Az Jarfha-ye Namaz (Dari Kedalaman Shalat)
3- Goftari dar Bab-e Sabr (Pembahasan tentang Kesabaran)
4- Chahar Ketab-e Asli-e Elm-e Rejal (Empat Buku Utama Ilmu Rijal)
5- Wilayat (Kepemimpinan).
6- Gozaresh az Sabeqe-e Tarikhi va Auza-e Konouni-e Hauze-e Elmiye-e Mashhad (Laporan Mengenai Sejarah dan Kondisi Terkini Hauzah Ilmiah Mashad).
7- Zendeginame-e Aimme-e Tashayyo' (Riwayat Hidup Para Imam Syiah) -belum dicetak.
8- Pishvaye Sadeq (Pemimpin yang Jujur)
9- Vahdat va Tahazzob (Persatuan dan Kepartaian)
10- Honar az Didgah-e Ayatollah Khamenei (Seni Menurut Ayatullah Khamenei)
11- Dorost Fahmidan-e Din (Pemahaman Benar Tentang Agama)
12- (Onsor-e Mobarezeh dar Zendegiy-e Aimmeh (Unsur Perjuangan Dalam Kehidupan Para Imam a.s)
13- Ruh-e Tauhid, Nafy-e Obudiyyate Gheire Khoda (Ruh Ketauhidan, Penafian Penghambaan Selain Allah swt)
14- Zarurat-e Bazgasht be Qor'an (Urgensi Kembali Kepada AlQuran)
15- Sire-ye Emam-e Sajjad (Sejarah Imam Sajjad a.s)
16- Imam Ridha as va Velayatahdi (Imam Ridha a.s dan Posisi Putra Mahkota)
17- Tahajom-e Farhangi (Serangan Budaya), disusun dari kumpulan pidato dan pesan Rahbar.
18- Hadis-e Velayat (Hadis Kepemimpinan), kumpulan pidato dan pesan Rahbar yang hingga kini telah dicetak sebanyak sembilan jilid.
Terjemah
1- Solh-e Emam Hasan (Perdamaian Imam Hasan as), karya Razi Aali Yaasin.
2- Ayandeh dar Qalamrove Islam (Masa Depan Dalam Kekuasaan Islam), karya Sayyid Qutb.
3- Mosalmanan dar Nehzat-e Azadi-e Hindustan (Muslimin Dalam Gerakan Kebebasan India), karya Abdul Mun'im Namri Nasri.
4- Eddea nameh Alahe tamaddon-e Gharb (Gugatan Terhadap Kebudayaan Barat), karya Sayyid Qutb.

Mereka sibuk menghitung langkah ayam, tapi lupa kaki mereka justru menginjak tahi ayam

Mereka sibuk menghitung langkah ayam, tapi lupa kaki mereka justru menginjak tahi ayam
[reportase kasus Syiah, Sampang]

Januari silam, saya mendatangi Karang Gayam dan Bluuran, Sampang, Jawa Timur untuk mencari tahu penyebab konflik Syiah-Sunni menyusul pembakaran rumah-rumah orang-orang Syiah dan pengusiran mereka. Inilah hasil reportase dan wawancara saya dengan sejumlah tokoh, kiai, pejabat Pemda Sampang, yang mudah-mudahan bisa membantu menjelaskan mengapa konflik Syiah-Sunni di Sampang tak kunjung berhenti, hingga kemarin harus ada yang tewas sia-sia.

Mendatangi lokasi rumah-rumah orang-orang Syiah di Karang Gayam dan Bluuran, Sampang, Jawa Timur yang dibakar massa pada Kamis 29 Desember 2011, ternyata bukan pekerjaan mudah. Bukan saja letak lokasi kejadian yang cukup jauh dari pusat kota Sampang, melainkan yang terutama, sudah berkembang kecurigaan di masyarakat setempat kepada setiap pendatang.
Rumah-rumah itu terletak di dua desa dan kecamatan berbeda. Rumah Tajul Muluk di Dusun Nangkernang, Karang Gayam, Kecamatan Omben; dan rumah Iklil Al Milal di Bluuran, Kecamatan Karang Penang. Iklil dan Tajul adalah kakak-beradik dan dikenal sebagai ustad Syiah. Sejak kasus pembakaran rumah-rumah dan pengusiran orang-orang Syiah dari Omben, Januari silam; Tajul lalu dipersalahkan. Dia ditahan, diadili lalu divonis penjara dua tahun oleh majelis hakim PN Sampang, Juli silam karena dianggap mengajarkan aliran sesat.
Dari jalan raya Trunojoyo [arah Sampang-Ketapang], dua desa itu terletak di sebelah timur. Jaraknya sekitar 20-an kilometer ke arah utara kota Sampang. Kendaraan roda empat harus berhenti di tepi jalan raya Sampang-Ketapang itu karena jalan kecil menuju dua desa bisa dilalui hanya oleh kendaraan roda dua atau berjalan kaki. Ada sebatang sungai yang melintas di jalan kecil itu, dan rumah Tajul Muluk dan Iklil berada di sisi timur sungai.
Polisi dan beberapa tentara dari Koramil/Kodim Sampang terlihat berjaga, mulai dari jalan kecil itu hingga lokasi rumah Tajul dan Iklil. Beberapa penduduk yang ditemui di sekitar lokasi memandang curiga kepada setiap pendatang. Apalagi pendatang dengan penampilan yang berbeda dari warga sekitar. Mereka kuatir yang masuk ke desa mereka adalah penyusup; intel yang sedang mencari tahu pelaku pembakaran; atau orang-orang Syiah yang sedang mengumpulkan informasi. “Sampean Syiah ya Mas? Kok pintar ngomong? Sampean bisa lihat sendiri di sini aman. Saya heran kenapa orang-orang Jakarta meributkan kasus ini,” kata Hali.
Dia anak muda, berbadan gempal. Munif, bapaknya adalah tokoh masyarakat yang disegani di Karang Gayam dan masih kerabat jauh [paman] dari Tajul dan Iklil. Dari Hali pula diperoleh informasi, warga di Karang Gayam banyak yang tidak suka dengan Syiah yang diajarkan Tajul. “Mereka mengagung-agungkan Sayidinah Ali tapi memaki-maki tiga sahabat Nabi yang lain. Siti Aisyah disebut pelacur. Itu disiarkan lewat pengeras suara,” kata dia.
Hali akan tetapi mengaku, tidak mendengar langsung soal itu melainkan hanya dari yang dia dengar dari orang lain. “Kakak ipar saya tetangga Iklil, dia tahu persis dan bisa bercerita,” katanya.
Kakak ipar Hali bernama Dailami. Wajahnya terlihat tua dari usia yang diakuinya, 35 tahun. Dia antara lain bercerita, ajaran Syiah yang dibawa Tajul dan Iklil membolehkan berhubungan badan meskipun istri sedang datang bulan, dan melakukan salat hanya tiga waktu. “Tapi saya juga hanya mendengar dari orang,” katanya.
Dailami menyarankan untuk menghubungi Ahmadussowi alias Sowi di Bluuran. Dia anak muda, usianya baru 28 tahun lewat 3 bulan. Rumahnya di Bluuran berada persis di sebelah timur-utara rumah Iklil. Berjarak kurang-lebih 200-an meter. Orang tua Sowi [bapak] dan orang tua Iklil dan Tajul masih sepupu.
Sama seperti Hali dan Dailami, Sowi pun bercerita tentang ajaran Syiah yang dianggapnya menyimpang dari ajaran Islam. Kata dia, Syiah mengharamkan tarawih dan tadarus Alquran. Ketika ditanya apakah dia mendengar langsung ajaran seperti itu disampaikan oleh Tajul atau Iklil, dia menjawab mendengar langsung dari Muhammad Nur. “Dia pengikut Syiah, tapi sekarang jadi anak buah Rois,” kata Sowi.
Nur yang dimaksud Sowi, bertemu dengan saya di kantor Radar Madura, Jalan Diponegoro, Sampang. Dia datang menemani Roisul Hukamah alias Rois, yang datang menemui saya untuk wawancara. Rois adalah adik Iklil dan Tajul, dan disebut-sebut paling menentang ajaran Syiah yang diajarkan kakak-kakaknya. Dia mengenalkan Nur sebagai eks ustad Syiah yang sudah kembali ke Sunni.
Dari mulut Nur inilah, meluncur banyak cerita menyangkut tata cara ritual ajaran Syiah. Orangnya cenderung demonstratif dan pintar berbicara. Dia mengaku ikut Syiah sejak 2006 dan baru keluar empat tahun silam [2008] karena katanya, ajaran Syiah tidak sesuai dengan ajaran Islam. “Saya saksi hidup,” kata Nur.
Iklil yang dikonfirmasi soal pengakuan Nur itu, hanya tertawa. Dia membenarkan, Nur sebelumnya adalah pengikut Syiah. “Saya bilang ke dia, kalau mau ikut Syiah jangan karena Abah,” kata Iklil.
Abah yang dimaksud Iklil adalah KH Makmun, bapaknya. Dia kiai besar yang pernah hidup dan berpengaruh di Omben dan Karang Penang. Makmun punya 13 anak, tapi yang hidup hanya delapan, yaitu Iklil, Tajul, Rois, Ummu Kulsum, Hani, Fatimah, Achmad, dan Bujur. Delapan bersaudara itu kini pecah karena soal paham Sunni-Syiah. Tajul, Iklil dan Hani satu kelompok [Syiah], Rois dan Ummu Kulsum, kelompok lainnya [Sunni]. Achmad, Bujur dan Fatimah tidak jelas ikut yang mana. Dari pengakuan Rois, Achmad kini stres karena perseteruan keluarga itu.
Iklil bercerita, Nur keluar dari kelompok Syiah bukan karena soal benar-salahnya ajaran Syiah seperti yang selalu dia ceritakan ke mana-mana melainkan karena faktor ekonomi. Seingat Iklil, suatu hari Nur pernah mengutarakan maksud untuk memondokkan anaknya di pesantren tapi tidak punya biaya. Dia mengutarakan hal itu kepada Iklil. Lalu oleh Iklil, Nur diminta bersabar menunggu giliran karena iuran yang dikumpulkan dari jemaah terbatas. Sayangnya Nur tidak sabar dan malah memutuskan keluar dari kelompok Syiah. “Saya tahu siapa Nur,” kata Iklil.

Sunni-Syiah di Madura
 Seorang kiai pengasuh pondok pesantren di Kajuk, Sampang menjelaskan, orang Madura yang NU adalah pengikut ahlus sunnah wal jamaah atau Sunni. “Madura itu ya NU. Orang Madura itu toleran. Kalau ada keyakinan di luar itu, silakan. Yang penting tidak menimbulkan keresahan di masyarakat,” katanya.
Dia lalu bercerita tentang pengikut Syiah di Tanjung Bumi, Bangkalan [sebelah barat Sampang] yang dianut oleh keluarga kiai terpandang. Mereka tetap bisa menjalankan ibadah sesuai keyakinan mereka dan tidak ada masalah dengan warga sekitar. Awalnya, kiai itu menyekolahkan anak-anaknya ke Timur Tengah. Ketika anak-anaknya itu pulang ke Tanjung Bumi, mereka mengajarkan Syiah lewat pesantren milik orang tuanya. Para santri dan warga sekitar yang tahu, anak-anak kiai itu mengajarkan Syiah yang dianggap berbeda dengan ajaran Sunni, menarik anak-anak mereka dan meninggalkan pesantren itu.
“Tidak ada kejadian apa-apa tapi para santri dan masyarakat yang tidak setuju dengan ajaran Syiah, satu per satu keluar dari pesantren, dan menjauh. Ini bukti, masyarakat Madura tidak ada persoalan dengan perbedaan. Kalau memang mau mempersoalkan Syiah, mestinya Syiah di Tanjung Bumi, Bangkalan itu sudah lebih dulu ‘meletus’ karena lebih dulu muncul sebelum Syiah di Omben,” kata dia.
Pengikut Syiah di Tanjung Bumi yang dimaksud adalah Keluarga Haidar Syarif dan Habib Ibrahim. Belum jelas benar, kapan mereka mulai mengajarkan Syiah di Tanjung Bumi. Sepekan setelah rumah-rumah orang-orang Syiah di Omben dibakar dan para pengikutnya diusir, pengikut Syiah di Bangkalan diundang Bupati Bangkalan, Fuad Amin Imron ke pendopo kabupaten. Mereka diajak bermusyawarah dengan para kiai di Bangkalan agar kejadian di Karang Gayam dan Bluuran tidak merembet ke Tanjung Bumi.
Dari cerita Iklil, Syiah mulai masuk ke Karang Gayam sekitar 1979 menyusul Revolusi Islam Iran. Orang tuanya [KH Makmun], waktu itu mendapat kiriman bacaan dan buletin tentang Syiah, juga poster-poster bergambar Khomeini. Sejak itu, orang tuanya menjadi pengikut Syiah. Keterangan Iklil dibenarkan Fanan Hasyib, Wakil Bupati Sampang yang juga seorang kiai.
Fanan menerangkan, Makmun [ayah Iklil, Tajul dan Rois] adalah penganut Syiah tapi keyakinan Makmun tidak diajarkan kepada orang lain. Fanan mengaku sudah sering mendengar sepak terjang Makmun termasuk dalam hal ibadah. Salah satunya tidak pernah salat Jumat. Alasan Makmun kata Fanan, seseorang yang akan menunaikan salat Jumat harus bersih dan wangi sehingga tidak ada alasan bagi orang yang kotor dan bau untuk menunaikan salat Jumat. “Celakanya, Kiai Makmun sejak Rabu sudah tidak mandi sehingga punya alasan untuk tidak salat Jumat,” katanya.
Dia menerangkan, ajaran Syiah yang dianut Makmun lantas ditularkan kepada anak-anaknya.
Lalu Iklil [yang tertua], Tajul dan Rois disekolahkan ke pesantren Yayasan Pesantren Islam atau YAPI di Bangil, Pasuruan, Jawa Timur, yang oleh warga Omben dikenal sebagai pesantren Syiah. Lulus dari YAPI, kakak-beradik itu disekolahkan ke Timur Tengah.  “Rois dan Tajul itu masih bersaudara, begitu juga ulama-ulama di Karang Gayam, semua masih berkerabat,” kata dia.
Dari catatan Pemda Sampang, Tajul bersekolah ke Arab Saudi dan menikah dengan Ummu Kulsum asal Malang Jawa Timur. Ketika kembali ke Karang Gayam pada 1999, Tajul dan keluarganya mulai berdakwa tentang Syiah dan mendirikan pesantren Misbahul Huda. Mulanya Rois juga ikut dan bergabung dengan Ikatan Jamaah Ahlul Bait Indonesia atau IJABI yang diketuai oleh Jalaluddin Rakhmat. Ada kabar, Rois bahkan sempat menjadi bendahara IJABI Sampang tapi Rois membantah hal ini. “Saya hanya menjadi penasihat,” kata Rois.
Iklil bercerita, justru Rois yang paling aktif dan mewakili mereka ke acara-acara yang diselenggarakan oleh IJABI termasuk ketika organisasi mengadakan kongres di Makassar. Rois mengaku keluar dari Syiah, karena menilai ajaran Syiah melenceng dari ajaran Islam. Dia menyebutkan sejumlah alasan. Antara lain soal pernyataan Tajul tentang Alquran yang dianggap sudah tidak otentik. Namun, “Saya tidak pernah mendengar langsung, juga tidak ada saksi,” kata Rois.
Dan menurut Tajul, Rois keluar dari kelompok Syiah karena merasa tidak mendapat posisi dan kesempatan. “Dia itu ditaruh di depan tidak mau, ditaruh di belakang menyeruduk,” kata Tajul.
Di Karang Gayam dan Bluuran, para pengikut Syiah disebut kompolan [kumpulan]. Di masyarakat Madura, sebutan ini diberikan kepada sekelompok orang yang rajin mengikuti acara pengajian. Suatu kegiatan yang sebetulnya jarang dilakukan oleh para santri di pesantren NU. Dengan sebutan itulah, para pengikut Syiah hidup di tengah-tengah masyarakat Omben dan Karang Penang yang mengagungkan kiai dan dikelilingi  ratusan pesantren.
Di Omben dan di kecamatan sekitarnya, warga setempat memang hidup dengan petuah kiai dan syariat Islam yang ketat. Sebagian besar dari mereka, hanya bisa berbahasa Madura dan Arab. Ada sebuah madrasah yang murid-muridnya bahkan tidak bisa menyanyikan lagu Indonesia Raya dan tidak tahu cara melaksanakan upacara bendera. “Sampang itu NU, dan Omben adalah pusarnya NU,” kata Hamid, tokoh pemuda dan eks petugas Pencatat Pemilih di Kecamatan Omben.

Cincin akik dan dua hukum
 Di Omben dan sekitarnya, masjid dan pesantren memang seperti berbaris di sepanjang jalan Sampang-Ketapang. Itu belum termasuk yang ada di pelosok, di balik-balik perbukitan yang jauh dari jalan raya Sampang-Ketapang. Bila waktu salat tiba, sebelum azan akan terdengar suara orang mengaji yang diputar dari recorderdan disiarkan lewat pengeras suara, seolah sahut-menyahut antara masjid yang satu dengan masjid yang lain. Di masjid-masjid itu, orang-orang yang salat akan tetapi bisa dihitung dengan jari, hanya satu-dua orang.
Sunardi Hamid, Ketua Pusat Kajian HAM dan Lingkungan di Pamekasan menjelaskan, salah satu ciri orang Madura yang NU adalah suka mengenakan cincin akik, membaca qunnut bila subuh, suka tahlilan dan membawa jimat. “Kalau sudah seperti itu, sampean NU sejati, dan kalau ada yang mengatakan jimat itu syirik, itu bukan NU dan pasti dicap Muhammadiyah,” katanya.
Laki-laki yang juga menjadi ketua Himpunan Petani Garam Indonesia dan ketua Lembaga Pertanian NU Pamekasan itu bercerita, di Madura, saat ini banyak politik kepentingan yang dijalankan para kiai. Karena kepentingan itu, seseorang atau kelompok bisa dengan mudah dicap sesat atau alim.
Misalnya jika kepentingan seseorang atau kelompok tertentu berbenturan dengan kepentingan kiai, maka seseorang atau kelompok itu bisa dicap sesat, atau kiai itu akan mengeluarkan fatwa haram. Sebaliknya bila menguntungkan dan mendukung kepentingan kiai, seseorang atau kelompok bisa dicap alim, atau para kiai itu akan mengeluarkan fatwa halal.
“Di dunia ini, siapa yang kuat itu yang menang. Meski pun saya melihat kuning benar, tapi karena orang banyak bilang merah yang benar, saya bisa kalah,” katanya.
Kenyataan itu kata Sunardi berbeda dengan zaman ketika dia masih muda. Dulu para kiai masih menggunakan empat hukum: halal, haram, makruh, mubah, dan riba. Sekarang yang digunakan hanya dua hukum: halal dan haram, dan tidak ada yang membantah. Paham orang lain lalu dengan mudah dicap kafir, dan paham yang mereka anut dianggap paling benar.
Maka tidak usah heran, jika ada warga NU yang suka tahlilan, meski pun tidak pernah salat bisa dianggap sebagai orang alim. Sebaliknya kalau ada orang Muhammadiyah atau yang lain, yang rajin salat dan menjalankan semua ritual ibadah Islam tapi tidak suka tahlilan dan tidak suka jimat, mereka bisa dicap sesat atau kafir. “Semua karena kepentingan dan kebutuhan hidup,” kata Sunardi.
Celakanya, politik kepentingan dan hubungan kiai-umat seperti itu kemudian dipraktikkan oleh umat dengan serta-merta. Contohnya bila ada orang yang meninggal dunia.
Kebiasaan orang Madura bila ada tetangga yang ditimpa musibah kematian, akan membawa segantang beras atau sebungkus gula sebagai tanda ikut berduka. Lalu ketika pulang, pihak keluarga yang berduka akan menitipkan bingkisan berupa nasi dan sebagainya. Kalau ada pihak keluarga yang berduka lupa, atau tidak memberikan bingkisan kepada orang-orang yang ikut melawat, maka dengan mudah orang-orang akan memberi cap keluarga yang berduka itu sebagai pengikut Muhammadiyah, sesat atau kafir. “Saya pernah mencoba menjelaskan bahwa jangan mudah menuduh orang, tapi kiai dan ulama tidak mendukung, saya mau apa?” kata Sunardi.
Pak Ong, sopir yang mengantar saya berkeliling Sampang membenarkan cerita Sunardi. Dia mengaku, di hari ketiga pamannya meninggal, keluarga besarnya sudah menghabiskan tiga ekor sapi untuk selamatan. “Saya tidak tahu, bagaimana nanti kalau selamatan tujuh hari,” katanya.
Pak Ong bukan asli Sampang. Dia berasal dari Sumenep. Dia menetap di Kedungdung, Sampang [tetangga kecamatan Omben] karena istrinya berasal dari Kedungdung.
Dari Pak Ong pula keluar cerita tentang bagaimana perilaku kiai, pada saat bulan Maulid. Di Sampang, kata dia, acara memperingati hari ulang tahun Nabi Muhammad saw. diperingati bukan hanya di masjid atau musala melainkan di setiap rumah penduduk. Dalam satu hari, bahkan bisa ada 11 rumah yang mengadakan maulid meski waktunya tidak bersamaan.
Setiap istri dan setiap ibu, lalu sibuk memasak untuk menjamu undangan dan kiai, tapi makanan yang sudah dimasak oleh mereka pada akhirnya menjadi sia-sia karena tidak ada yang makan. “Bagaimana mau dimakan, dalam satu hari, setiap orang harus menghadiri acara maulid di banyak tempat,” katanya.
Musim Maulid itu biasanya juga menjadi musim panen bagi para kiai. Setiap rumah seolah berlomba-lomba mengundang para kiai, yang tentu saja harus diberi diberi uang saku. Dari uang saku yang diberikan oleh umat itu, para kiai minimal bisa membeli sepeda motor. Namun yang menyedihkan kata Pak Ong, umat yang tidak punya cukup uang untuk merayakan Maulid akan meminjam uang ke tetangga [atau bahkan ke kiai], tentu berikut bunganya meskipun dikemas dengan cara lain.
Tak usah heran jika kemudian, banyak warga yang kemudian terjebak utang hingga musim Maulid tahun berikutnya. “Itulah keadaannya di Sampang. Menyedihkan. Makanya ada orang yang sudah mulai berani bilang, lebih enak ikut Muhammadiyah atau Syiah, tidak repot-repot,” kata Pak Ong.
Muqtadir, aktivis muda NU Sampang punya cerita lain soal hubungan kiai dan umat. Dia adalah murid KH Izzad Raki, salah satu kiai di Sampang yang dianggap netral melihat kasus Syiah di Omben dan Karang Gayam. Kata dia, di Sampang, banyak kiai yang tidak mau datang bila diundang oleh orang-orang miskin, termasuk pada saat acara kematian. Sebaliknya bila yang mengundang orang kaya, mereka akan datang dan memimpin doa.
Persoalan utamanya adalah uang saku atau bingkisan yang akan diterima oleh para kiai: orang kaya dianggap pasti memberi uang saku lebih banyak, sementara orang miskin akan memberi bingkisan sekadarnya. Tentu tdak semua kiai berperilaku seperti itu, tapi Muqtadir memastikan, hal semacam itu sudah menjadi gejala umum di Sampang dan daerah lain di Madura.
“Kalau ada undangan bersamaan, para kiai akan mengutamakan undangan dari si kaya ketimbang si miskin. Padahal hal itu dilarang oleh agama, karena yang harus diutamakan adalah undangan yang lebih dulu datang,” kata Muqtadir.
Sunardi Hamid mengungkapkan, besar-kecilnya uang saku untuk para kiai itu juga ditentukan oleh kendaraan yang digunakan para kiai. Uang saku untuk kiai yang datang hanya dengan menggunakan sepeda motor misalnya, akan berbeda dengan uang saku yang diterima para kiai yang menggunakan mobil. Kiai yang bermobil pun ada kelas-kelasnya. Kalau mobilnya jelek, uang sakunya akan lebih sedikit. Kiai yang datang dengan mobil yang lebih mahal atau mewah, uang sakunya akan semakin tebal. “Kiai sekarang beda mas dengan kiai-kiai dulu,” kata Sunardi.
Dia memberi contoh. Dulu, jika pemerintah membantu pondok pesantren untuk membangun kelas atau lokal madrasah, katakanlah dua kelas, maka kiai akan menjual sapi atau harta benda lainnya agar bantuan pemerintah bisa berwujud menjadi enam kelas. Sekarang, jika kiai dibantu membangun dua kelas, yang dibangun hanya satu kelas. “Sisanya masuk ke kantong kiai,” katanya.
“Dengan kejadian di Karang Gayam ini, Syiah jadi pusat perhatian. Kalau tidak ada kejadian, Syiah tidak akan naik. Para kiai itu sekarang tidak ada yang berani ngomong, tapi kalau ngomong proyek Rp 100 juta mereka mau. Mereka itu maunya kan menambah istri dan beli mobil baru,” kata Hamid.

Pilkada dan asal-usul konflik
 Isu NU dan non-NU di Sampang memang menjadi isu sensitif dan bisa dijadikan alat kepentingan. Di kota itu, bahkan seorang bupati hari-harinya harus disibukkan oleh unjuk rasa dari para demonstran yang mengatasnamakan NU. Gara-garanya, perkataan Noer Tjahja. Bupati Sampang itu dituding telah melecehkan NU. Noer yang sewaktu musim Pilkada berpasangan dengan Fanan Hasyib, lalu dituding sebagai pengikut Muhammadiyah. Asal-usul keturunannya juga dipersoalkan. Dianggap bukan keturunan Panji, bangsawan dari Sampang.
“Kalau satu kali mungkin dia salah omong, dua kali dimaklumi. Kalau berkali-kali, pasti ada sesuatu. Muhammadiyah di Sampang ini tidak ada pengikutnya. Dulu masjid Muhammadiyah di sini dilempari batu,” kata Fanan sembari menganggap Noer sudah berkali-kali melecehkan NU.
Fanan dan Noer memang tidak akur. Beberapa pegawai di Pemda Sampang menuturkan, keduanya bahkan sudah tidak kompak setelah enam bulan mereka dilantik 26 Februari 2008. Fanan kini lebih banyak tinggal di rumah dinasnya, dan praktis bisa dikatakan tidak bekerja sebagai wakil bupati. Pada musim Pilkada 2013, Fanan berniat maju sebagai calon bupati, menantang Noer, dan KH Sholahurrobbani [sepupu Fanan] yang dikabarkan juga akan maju sebagai calon bupati.
Fanan menuturkan, dirinya mengikuti berita kasus pembakaran rumah-rumah pengikut Syiah di Karang Gayam dan Bluuran. Sebagai pemimpin di daerah, dia mengaku pembakaran itu bertentangan dengan HAM, tapi sebagai pengikut Sunni dia menentang keras ajaran Syiah berkembang di Sampang.
Dia bahkan setuju, kalau pengikut Syiah seluruhnya dipulangkan ke Iran. “Seperti kata Habib Tohir dari Pekalongan, sebaiknya orang-orang Syiah itu dikembalikan saja ke Iran. Selesai. Tidak usah diajarkan di [Sampang] sini,” kata Fanan.
Di tengah masyarakat dan kiai di Sampang yang mudah memberi cap kepada orang lain yang tidak sepaham sebagai kafir dan sesat itulah, muncul Tajul dengan Syiah. Habib Umar Albayyiti, dari Desa Temoran, Omben, menggambarkan Tajul sebagai orang yang alim, dan suka membantu. “Wajahnya ganteng. Pintar. Dia banyak tamunya, dan punya banyak santri. Kiai lain, sepi. Kiai-kiai di Karang Gayam itu sebetulnya masih kerabat semua dengan Tajul,” kata Umar.
Umar bercerita, apa yang menimpa Tajul dan pengikutnya sebetulnya bisa jadi dipicu oleh faktor cemburu dari para kiai setempat. Tajul dianggap merongrong pamor para kiai yang mulai kehilangan wibawa. Kejadian itu kata dia mirip dengan yang menimpanya pada awal 1999.
Saat itu tengah malam, ratusan orang mendatangi rumah Umar di Temoran. Massa yang membawa obor dan senjata tajam berteriak-teriak meminta Umar keluar dari rumahnya. Umar yang kebetulan berada di sebuah warung yang tak jauh dari rumahnya, segera mendatangi kerumunan massa itu. Dia menanyakan maksud kedatangan orang-orang itu, yang lalu dijawab dengan tuduhan: Umar menyembunyikan maling di rumahnya. Umar mempersilakan orang-orang yang marah itu masuk ke rumahnya untuk memeriksa tapi mereka tidak menemukan yang dicari.
Sampai sekarang Umar mengaku tidak tahu, mengapa orang-orang itu datang ke rumahnya dengan marah. Dia hanya bisa menduga, kedatangan orang-orang ke rumahnya malam itu bisa jadi karena dipicu oleh rasa cemburu dari para kiai di sekitar rumahnya. Pemicunya, rumah Umar sering dan banyak kedatangan tamu. Dari mana saja. Ada yang minta tolong, ada yang cuma silaturahmi dan macam-macam.
“Kejadian [pembakaran rumah-rumah dan pengusiran orang-orang Syiah] di Karang Gayam itu, saya kira juga demikian. Ada faktor kecemburuan dari salah satu pihak. Siapa yang iri? Dari cerita Husein kepada saya, Rois itu yang cemburu,” kata Umar.
Husein yang dimaksud Umar adalah salah satu orang kepercayaan Tajul yang menurut Umar sering datang berkunjung ke rumah Umar. Namun menurut Munif, terlalu jauh kalau dikatakan para ulama dan kiai di Omben tersinggung karena Tajul punya banyak pengikut.
Feri Ferdiansyah, Kepala Biro Radar Madura di Sampang menuturkan, Tajul memang beda dengan Rois adiknya. Bukan saja lebih pintar, tapi penampilan Tajul juga lebih tenang. “Nanti kalau bertemu dengan keduanya, sampean bisa lihat sendiri,” kata Feri.
Secara tidak langsung, Mas’udi Cholili Sekretaris PCNU Sampang juga mengakui perilaku dan kepintaran Tajul. Pernah dalam sebuah perdebatan dengan para ulama di Omben, Tajul bahkan hampir mematahkan semua argumen para kiai yang menyesatkan Syiah. Tajul kata Mas’udi menjawab semua pertanyaan kiai, tapi tidak bisa menjawab satu hal. Mas’udi mengaku lupa, satu hal yang tidak bisa dijawab Tajul.
Umar bercerita, suatu hari dirinya menerima undangan dari para kiai di Omben untuk melakukan musyawarah. Undangan itu berkali-kali disampaikan ke Umar tapi Umar tidak pernah memenuhinya karena musyawarah yang diadakan di rumah mendiang Haji Sa’bi [tokoh masyarakat Omben] dinilainya hanya bertujuan untuk mendesak Tajul agar kembali ke Sunni. “Kiai-kiai yang tidak mau ikut dianggap sama dengan Tajul, tapi saya tidak pernah datang. Saya tidak mau,” kata Umar.
Umar tidak ingat kapan pertemuan di rumah Sa’bi dilakukan tapi dari keterangan yang disampaikan Zainal Hambali, Sekretaris Intelijen Daerah Sampang; pertemuan di rumah Sa’bi, kali pertama terjadi pada 20 Februari 2006. Konon hadir para kiai se-Madura dan pejabat Muspika. Penggagasnya adalah KH Ali Kharrar Sinhaji, pengasuh PP Darul Tauhid di Propon, Sampang. Dia masih terbilang paman dari Iklil, Tajul dan Rois.
Belum jelas, mengapa para kiai itu berkumpul di rumah Sa’bi kecuali dengan satu alasan: ajaran Syiah yang dibawa Tajul dianggap telah meresahkan masyarakat. Juga tidak terang mengapa Ali Kharar menggagas pertemuan itu dan Sa’bi kemudian bersedia menjadi tuan rumah pertemuan. Iklil melarang saya menghubungi Ali Kharar.
Satu hal yang agak jelas, pertemuan di rumah Sa’bi itu adalah pertemuan pertama yang khusus menyoal Tajul dan Syiah di Omben dan Karang Penang. Hasil dari pertemuan itu adalah para kiai sepakat untuk meminta Tajul kembali ke Sunni dan melarangnya melakukan aktivitas dakwah [Syiah] untuk sementara waktu. Tajul diberi waktu seminggu untuk menjawab keputusan para kiai itu dan diharuskan datang ke rumah Sa’bi.
Tanggal 26 Februari 2006, Tajul tidak datang ke rumah Sa’bi seperti yang diminta para kiai. Dia mewakilkan dirinya kepada Busry dan KH. Wahab [pamannya]. Dua orang yang mewakili Tajul itu membawa pesan, Tajul bersedia kembali ke Sunni. Selesai.
Masalah muncul kembali pada musim Maulid 2007. Saat itu Tajul berniat mengundang beberapa ustad untuk berceramah di acara Maulid di rumahnya, tapi sebelum acara berlangsung, massa sudah lebih dulu mendatangi rumah Tajul dan meminta para penceramah tidak berceramah di desa mereka. Tajul tidak mengerti,  alasan warga menolak para penceramah Maulid yang didatangkan olehnya.
Di bulan puasa dua tahun kemudian, terjadi kasus ancam-mengancam antara pengikut Tajul dan Rois. Dari catatan Zainal, pemicunya adalah ancaman dari Mat Siri, salah seorang pengikut Tajul kepada Amin. Nama yang terakhir adalah seorang ustad yang berniat mengadakan pengajian Ramadan. Rumah Amin kebetulan berdekatan dengan Mat Siri. Kepada tetangganya itu, Mat Siri kabarnya menyampaikan ancaman, kalau pengajian di rumah Amin menyinggung-nyinggung soal ajaran Syiah, maka dia dan yang lain akan berunjuk rasa ke rumah Amin.
Kasus Mat Siri itu tidak ada kelanjutannya, tapi sebulan kemudian muncul perselisihan antara Zainul Jakfar [anak asuh Rois] dan Mudawi [anak asuh Tajul]. Konon, Mudawi mengacungkan celurit kepada Zainul. Kejadian itu disaksikan oleh para tetangga, sehingga hampir memicu bentrok antara pengikut Rois dan Tajul.
Lalu entah apa hubungannya, FPI Pamekasan dan Ikatan Santri Karang Gayam melaporkan Tajul ke Polwil Madura pada 16 Oktober 2009. Alasan laporan mereka, ajaran Syiah yang dibawa Tajul telah membuat resah masyarakat. Laporan FPI ke polisi itu disertai ancaman, jika polisi tidak memberikan keputusan soal Tajul dan ajarannya, maka mereka akan berunjuk rasa mendatangi kediaman Tajul. Karena laporan FPI itu, kapolres Sampang bersama pejabat lain di Sampang membuat lima keputusan, yang intinya melarang Tajul menyebarkan ajaran Syiah.
Kasus berikutnya muncul 21 Januari 2011 di Bluuran. Gara-garanya, seorang ibu bernama Mitsirah menolak pemberian Rustami, anaknya yang Syiah. Rustami tersinggung dan kabarnya mengucapkan kata-kata yang intinya memutuskan hubungan silaturahmi antara orang tua dengan anak. Saudara Rustami bernama Mistari, yang mendengar ucapan Rustami kepada ibunya, tidak terima. Dia mengancam membunuh Rustami. Para tetangga datang untuk melerai tapi kasus itu tidak berkelanjutan, hingga terjadi kasus pada Kamis 29 Desember 2011: rumah-rumah dibakar dan orang-orang Syiah diusir.

Sembilan perempuan
 Rudy Setiadhi, Kepala Bakesbangpol Pemkab Sampang menjelaskan, kasus pembakaran di Karang Gayam dan Bluuran hanya puncak dari perseteruan panjang antara satu keluarga: Tajul dan Rois. Kali ini yang menjadi akar masalah adalah perempuan. “Bukan cuma satu perempuan, tapi masih ada sembilan perempuan. Halimah itu salah satunya. Dia itu masih anak-anak, masih SD. Rois itu suka kawin cerai, begitulah. Tajul itu tahu kebiasaan Rois, dan Rois tahu isi dapur Syiah,” kata Rudy.
Dia menjelaskan, pihaknya sudah berkali-kali berusaha mendamaikan keduanya, tapi perseteruan terus berlangsung. Beberapa hari setelah Lebaran tahun lalu, keduanya bahkan dipertemukan di ruang kerja Rudy. “Saya bilang ke mereka, ‘Ayolah rukun, tak usah berantam, kalian kan bersaudara’,” kata Rudy.
Rois mengaku tidak tahu persis, penyebab atau pemicu pembakaran rumah-rumah milik saudaranya, di Kamis yang nahas itu. Dia hanya mengatakan, penyebabnya banyak. “Saudara saya Tajul sering mengkhianati perjanjian musyawarah dengan pemerintah dan masyarakat,” katanya.
Terakhir, kata Rois perjanjian itu dibuat di Kecamatan Omben, 17 Desember 2011 atau 12 hari sebelum terjadi pembakaran. Pihak Tajul diwakili oleh Iklil. Isinya berupa pernyataan dari Tajul yang berjanji tidak akan mengadakan aktivitas dakwah demi kemaslahatan umat. Tajul mengonfirmasi surat pernyataan yang dibuat di Kantor Kecamatan Omben sebagai tulisannya, tapi menolak mengakui pernyataan-pernyataan lain karena dianggap rekayasa dan dibuat sepihak oleh orang-orang yang tidak senang kepada dirinya.
Rois akan tetapi tidak menolak, masalah kali ini bisa jadi juga dipicu soal perempuan bernama Halimah yang disebutkan oleh Rudy. Halimah adalah putri Mat Badri. Rois mengaku, perempuan itu telah dipinangnya karena permintaan istrinya Kholifah. Sewaktu dipinang, usia Halimah baru 12 tahun, masih duduk di bangku SD. “Saya sudah tidak mau, tapi istri saya yang meminta agar saya menikahi Halimah,” kata Rois.
Kholifah membenarkan bahwa Halimah sudah dipinang olehnya untuk suaminya. Belakangan, menurut Rois, Tajul meminta dirinya untuk melepaskan Halimah karena mau dinikahi oleh Tajul. “Saya mengalah,” katanya.
Tentu saja cerita Rois dan Kholifah dibantah oleh Tajul, Iklil, dan Mat Badri [orang tua Halimah]. Tajul menjelaskan, Halimah sebetulnya hanya diminta membantu di rumah Rois, bukan dipinang. Karena Rois dikenal sebagai kiai, orang tua Halimah mengizinkan anaknya ikut Rois.
Suatu hari, Tajul didatangi Zainal yang meminta tolong agar meminangkan Halimah untuk Dul Azid, anaknya. Tajul memenuhi keinginan Zainal tersebut dan pinangannya diterima oleh Mat Badri. Karena mengetahui Halimah telah dipinang oleh orang lain, Rois tidak terima dan memanggil Mat Badri, Zainal dan Dul Azid.
Sebelum memenuhi panggilan Rois, tiga orang itu meminta pendapat Tajul: apakah memenuhi panggilan Rois atau tidak. Tajul menyarankan agar tidak memenuhi panggilan Rois, dengan alasan Rois adalah orang yang temperamental dan suka memukul orang. “Saya kuatir mereka dipukul, dan mereka tidak memenuhi panggilan Rois,” kata Tajul.
Kini Halimah tinggal bersama suaminya di Surabaya. Iklil meminta anak perempuan itu tidak usah diekspos, karena kuatir mengganggu sekolahnya.

Preman dan adu jangkrik
 Rudy menjelaskan, pembakaran rumah-rumah orang Syiah di Karang Gayam dan Bluuran juga diprovokasi oleh Rois. Dari catatan Zainal yang intel dari Pemda Sampang itu, Rois selama ini memang sering memutar rekaman video soal ajaran Syiah dan mempertontonkannya kepada warga yang ikut pengajian rutin di rumahnya. Rekaman video itu, antara lain berisi soal pembantaian pengikut Sunni oleh pengikut Syiah, dan ritual salat yang konon dilakukan pengikut Tajul di sebuah gereja di Malang.
Dari cerita Iklil, pembakaran atas rumahnya, rumah Tajul dan rumah Saiful adik ipar Iklil [suami Hani] terjadi sistematis. Awalnya dia mendapat kabar dari Bu Misnawi bahwa ada sekelompok orang bersenjata tajam yang menuju rumah Tajul. Itu sekitar jam 9 pagi. Misnawi adalah tetangga Tajul, dia mendapat informasi dari Bu Ali yang melihat ada sekelompok orang bergerombol di jalan menuju rumah Tajul.
Mereka pura-pura memperbaiki jalan, tapi menurut Iklil, sebetulnya justru merusak jalan. Tujuannya agar polisi tidak segera tiba  ke lokasi. “Saat itu saya sudah berusaha menghubungi kapolsek Omben tapi tidak ada di tempat. Saya lalu menghubungi kapolsek Karang Penang agar segera datang ke Karang Gayam. ‘Tolong ke sini, karena saya mendengar informasi ada orang-orang yang hendak datang ke rumah Tajul’,” kata Iklil.
Upaya Iklil sia-sia, karena massa sudah muncul di rumah Tajul dan langsung merusak dan membakarnya. Dari jarak 20 meter, dia melihat dan mengenali beberapa orang yang ikut membakar. Antara lain Hosen dan Hasbullah. Orang-orang itu mengacungkan celurit kepada Iklil.
Di rumah Saiful yang juga ikut dibakar, Iklil mengenali Arifin, Sahrudin, Hudali, Masdi sebagai orang yang ikut membakar. Mereka semua menghunus celurit. Sebelum dibakar, tiga anak Saiful masih berada di dalam rumah. Berkat pertolongan tetangga, tiga anak itu bisa diselamatkan.
Hamid, tokoh pemuda Omben itu bercerita, sebelum massa membakar rumah Iklil, pada siang harinya, rumah itu sebetulnya sudah dijaga 13 polisi tapi karena kalah jumlah dengan massa, polisi itu tidak berdaya. Kapolres Sampang yang datang ke lokasi pada saat kejadian, bahkan juga ikut diancam. Hamid mengaku mengetahui semua itu dari cerita iparnya yang polisi dan ikut berjaga di rumah Iklil. Sementara Munif menjelaskan, salah seorang anak Rois juga ikut membakar.
Hali dan Dailami bercerita, orang-orang yang membakar itu mengenakan tutup wajah. Mereka tiba-tiba muncul dari balik bukit. Munif mendengar, anak Rois ikut pula membakar.
Umar menduga, mereka yang membakar rumah Tajul dan saudaranya bukan hanya berasal dari Karang Gayam, melainkan juga dari Karang Penang. “Mereka itu bukan santri. Itu para bromocorah. Mana ada, santri bawa-bawa celurit dan membakar rumah orang?” kata Umar.
Seorang pengurus PCNU Sampang punya cerita lain soal pelaku pembakaran. Dia mendengar, KH Syafiuddin Wahid, Rois Syuriah PCNU menyampaikan kasus pembakaran itu ada indikasi berhubungan dengan pembebasan Gunjeg dari tahanan polisi. Syafiuddin tak mau memberi penjelasan.
Gunjeg adalah tokoh preman. Dia warga Kecamatan Camplong, Sampang yang ditangkap polisi karena kasus judi sabung ayam. Kono, beberapa politisi berusaha membebaskan Gunjeg dari tahanan tapi Kapolres Sampang, Solehan bersikukuh tak mau melepaskan Gunjeg. Entah bagaimana ceritanya, Gunjeng kemudian bebas. Itu terjadi beberapa hari sebelum peristiwa pembakaran rumah-rumah milik orang Syiah di Karang Gayam dan Bluuran.
Seorang tokoh di Omben yang rumahnya sering dijadikan tempat berkumpul kepala desa mengungkapkan, setidaknya ada delapan kepala desa yang berpatungan masing-masing Rp 5 juta untuk membebaskan Gunjeng, tapi dia tidak melihat ada hubungan Gunjeg dengan kasus pembakaran di Karang Gayam dan Bluuran. Tajul dan Rois mengaku tahu siapa Gunjeg, tapi Rois menolak keras anggapan dirinya kenal dan berkawan dengan Gunjeg. Iklil mengungkapkan kebiasaan Rois adalah mengadu jangkrik.
Munif punya cerita berbeda. Dia mengaku pernah diminta untuk mendamaikan Rois dan Tajul oleh pihak kepolisian, tapi dia menolak. Alasannya, perseteruan kakak-beradik itu sudah ditunggangi kepentingan politik menjelang Pilkada 2013.
Kiai dari Kajuk Sampang, juga berpendapat, kasus di Karang Gayam dan Bluuran itu telah menjadi dagangan banyak pihak. Dari semula hanya persoalan keluarga, lalu ditarik atau digiring menjadi isu Syiah dan Sunni. Dengan menggiring perselisihan keluarga menjadi isu Syiah-Sunni, ada yang berharap mendapat dukungan.
Dia bercerita, kasus antara Rois dan Tajul sebetulnya sudah berkali-kali dicoba didamaikan tapi tidak selesai, dan sekarang menjadi semakin terbuka. Maka ketika persoalan keluarga ditarik menjadi persoalan paham, yang diuntungkan kata dia, adalah pihak yang selama ini tidak diuntungkan dari sengketa keluarga itu.
“Saya menduga Rois mendapat keuntungan. Dia tahu, masyarakat Madura adalah Sunni. Ini bombastis. Kalau kami, para kiai di Sampang sudah tahu dan paham ada perbedaan antara Syiah dan Sunni, tapi masyarakat yang awam sekarang mulai bertanya-tanya: Syiah itu apa, dan apa perbedaannya dengan Sunni?” kata dia.
Kasus [pembakaran] rumah-rumah orang-orang Syiah di Karang Gayam dan Bluuran kata dia sudah diprovokasi. “Sudah ada dan terjadi penggiringan opini kepada masyarakat dan berhasil. MUI Sampang, kemarin sudah menyatakan Syiah ajaran sesat. Loh, kenapa baru sekarang setelah terjadi pembakaran?” katanya.

NU dan Albayyinat
 Menyusul kasus pembakaran rumah-rumah orang-orang Syiah dan pengusiran mereka, MUI dan PCNU Sampang, juga PWNU Jawa Timur mengambil kesimpulan dan menyebutkan ajaran Syiah sesat. Benar, PCNU dan PWNU tidak secara khusus menyebut Syiah dan hanya menyebutkan ajaran yang dibawa Tajul. Namun pernyataan itu hanya permainan semantik, yang intinya menolak Syiah karena faktanya Tajul adalah pengikut paham Syiah.
Seorang pengurus PCNU pernah mendengar, ada kesepakatan antara PWNU Jatim dan kapolda Jatim untuk tidak lagi menyebut Syiah melainkan hanya akan menyebut ajaran sesat. Informasi ini belum dikonfirmasi. “Kalau menyebut Syiah, itu berbahaya karena ada organisasinya,” katanya.
PCNU dan PWNU mengaku punya alasan mengeluarkan pernyataan ajaran Tajul sesat. M Faidhol, Ketua Tanfiziah PCNU Sampang yang ditunjuk menjadi juru bicara menjelaskan, alasan PCNU antara lain karena masyarakat luas menunggu, pendapat dan sikap NU terhadap ajaran dan provokasi Tajul. Alasan lainnya, agar tidak memperluas wilayah konflik akibat ajaran sesat Tajul dan provokasinya di masyarakat. “Kami meminta Pemkab Sampang mengeluarkan perda sesat karena tujuannya, agar tidak ada keresahan dan konflik atas nama agama,” kata Faidhol.
Dia menyampaikan hal itu dalam pertemuan di pendopo kabupaten Sampang, Selasa 3 Januari 2012. Hadir dalam pertemuan itu, antara lain, Irjen Hadiatomo [Kapolda Jatim], Palty Simanjuntak [Kajati Jatim], Noer Tjahja [Bupati Sampang], Kapolres Sampang, KH. Abdus Samad Bukhori [Ketua MUI Jatim], KH. Miftahul Akhyar [Rois Syuriah PWNU Jatim], KH. Mutawakil Alallah [Ketua PWNU Jatim], KH. Muhaimin Abdul Bari [Ketua PCNU Sampang], dan Faidol Mubarok [pengurus PCNU Sampang.
Miftahul Akhyar menjelaskan, PWNU Jatim memang mendukung pernyataan PCNU Sampang. Dia mengaku, sudah menurunkan tim ke Sampang untuk mencari tahu akar masalah. Hasilnya: Tajul dinilai mengajarkan aliran sesat, karena antara lain mengajarkan salat hanya 3 kali sehari semalam, mengecam para auliya Batu Ampar Madura, ulama dan kiai dianggap anak zina. “Ini hasil sebagian investigasi Tim kami. Manakala ada kesalahan, kurang akurat, kami siap memperbaiki,” kata Miftah.
Dia menolak anggapan, PCNU dan PWNU sedang berpolitik dalam kasus ini. Dia juga membantah, bahwa PWNU mendapat dukungan dana dari al Bayyinat. “Tolong sebutkan, siapa yang menfitnah tentang dukungan dana itu? NU lebih kaya daripada al Bayyinat. Boleh diaudit, kalau perlu diperiksa KPK. Kebenaran tetap kebenaran. Anda dapat cerita darimana?” katanya.
Al Bayyinat adalah organisasi yang dipimpin Achmad Zein Alkaf. Dia juga pengurus di PWNU Jawa Timur. Kelompok Syiah di Indonesia menuding, organisasi itu sangat anti-syiah dan paling aktif menggalang dukungan untuk menentang Syiah.
Lewat wawancara melalui email, Zein tidak menjawab soal dukungan dana kepada NU. Namun, apakah Al Bayyinat dirancang khusus untuk mewaspadai dan menentang Syiah di Indonesia?
“Para pendiri Albayyinat kebanyakan alumni Mesir, Mekah, Madinah, Yaman dan dari dalam negeri, didukung tokoh tokoh habaib di Indonesia dan luar Indonesia. Kami berkewajiban melaksanakan amar ma’ruf nahi mungkar [mengajak kebaikan dan mencegah perbuatan keji], ” kata Zein.
Dia pun menolak anggapan bahwa mengusir Syiah dari Indonesia dan menyatakannya sebagai aliran sesat bertentangan dengan Pansila dan UUD 1945. “Yang berbahaya bagi Pancasila dan UUD 45 adalah Syiah, karena mereka patuh hanya kepada Imam mereka di Iran,” kata Zein.
Dari semua teori dan penyebab konflik, kemarin kembali pecah kerusuhan di Karang Gayam dan Bluuran. Dua pengikut Syiah tewas, 3 luka-luka. Di kelompok penyerang, dikabarkan 2 orang luka berat. Orang-orang Syiah itu diserang ketika bersikeras kembali ke kampung halaman mereka untuk berlebaran dan bersilaturahmi dengan sanak famili, setelah terusir sekian bulan.

Karena kasus di Omben dan Karang Gayam itu, kini warga  awam pun mulai dengan mudah memberi cap orang-orang Syiah sebagai penganut aliran sesat. Mereka menilai paham mereka benar, sementara paham orang lain yang tidak sama adalah keliru dan kafir. Seperti kata Zein, mereka juga mengaku mengajak ke kebaikan dan mencegah kekejian.
Padahal kata seorang kiai di Omben, menegakkan amar ma’ruf nahi munkar tentu dan pasti tidak membakar, tidak merusak, dan tidak membunuh. Dalam ungkapan bahasa Madura, kiai itu berkata: emok ngetong jhelenna ajem, kaloppae sokona dhibhik niddhek tamaccok [mereka hanya sibuk menghitung langkah ayam, tapi lupa kaki mereka justru menginjak tahi ayam].

Sumber : rusdi mathari
Pada 27 Agustus  2012 

Sumber

Gerakan Pemuda An-Nahl

Gerakan Pemuda An-Nahl (GP An-Nahl) adalah sebuah Organisasi Kepemudaan yang didirikan oleh Al Faqir Abdul Rasyid di Kota Manado. Organisasi ini rencananya akan dikukuhkan pada Perayaan Peringatan Asyura di Kota Manado.

Organisasi ini bertujuan untuk mengawal dakwah Ahlul Bayt dengan mengedepankan motto "Rahmatan Lil Alamin". Nama An-Nahl sendiri diambil karena Allah SWT begitu mulia telah menciptakan seekor lebah yang tidak memakan selain yang baik dan tidak mengeluarkan selain yang baik pula. Insyaallah begitu juga dengan segenap anggota dan pengurus di GP An-Nahl. berguna bagi diri sendiri,Keluarga,Umat dan Negara terlebih Agama.

Minggu, 26 Agustus 2012

Duka setelah Fitrah

Untuk kedua kalinya dalam kurun waktu satu tahun terakhir hati Umat Islam Syiah di Indonesia harus dsayat-sayat bak tubuh mulia Imam Hussein di Karbala. Bagaimana tidak? Kehidupan damai dan tentram yang dijaga oleh pengikut Mazhab Ahlul Bayt harus berakhir dengan hancurnya rumah dan hilangnya harta serta nyawa mereka. Yang ironisnya disini, kejadian itu terjadi didaerah yang katanya paling relijius dan sangat mencintai Ulama,ya ini terjadi di Sampang, Madura Jawa timur.

Pembakaran dan pengrusakan terus menerus harus dialami oleh saudara-saudara kita didaerah itu. Bahkan sejak Ustad Tajul Muluk di penjara seolah-olah kaum kafir yang mengaku-ngaku pengikut Rasulullah SAW semakin beringas dan tak kenal ampun. Puncaknya adalah peristiwa yang terjadi kemarin. Anak-anak muda kita dihadang untuk kembali ke pesantren seusai dari Banggil dan rumah mereka dibakar,harta mereka dijarah dan nyawa mereka dilenyapkan. Padahal selama ini kehiudupan mereka baik-baik saja dan tidak pernah membuat onar.

Duka ini justru terjadi setelah mereka menahan segala perbuatan dosa selama bulan mulia ramdhan. Tetapi inilah bukti dari Allah SWT bahwa mereka para pelaku kejahatan itu tidak diterima pahala serta ampunan mereka oleh Allah SWT. Umat Syiah yang telah fitrah mendapat kemulian untuk diangkat derajatnya oleh Allah SWT lewat pembantaian ini tetapi mereka yang merupakan musuh-musuh Allah SWT mendapat laknat karena telah membantai umat kesayangan Allah SWT.

Tapi itulah yang harus dihadapi oleh seorang Syiah jika dia telah bersumpah untuk mengikuti Itrah Ahlul Bayt. Muawiyyah-muawiyyah modern akan tetap merongrong kehidupan umat Islam Syiah dimana pun berada. Oleh karena itu hanya sabar dan harap kepada Allah SWT yang menjadi sandaran kita semua. Semoga Allah SWT,Rasulullah SAW dan para Imam A.s memberikan kita semua kesabaran dan insyallah saudara-saudara kita di sampang bisa menjadi seperti syuhada-syuhada karbala. Allahuma shali ala muhammad wa ali muhammad wa ajjil farajjahum wa ali muhammad.


09 Syawal 1433 H
Abdul Rasyid

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More