Pengasuh dan segenap Pengurus Ahlul Bayt Times mengucapkan Selamat Hari Raya Idul Adha 10 Zulhijah 1433 H.

Video

Sabtu, 25 Agustus 2012

Imam Khomeini Dalam Pandangan Allamah Al-Sayyed Muhammad Hussein Fadlullah, Lebanon


Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pemurah dan Maha Penyayang
Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam,
Shalawat dan salam kepada Sayyidina Muhammad dan keluarganya yang baik dan para sahabatnya dan kepada seluruh para nabi dan rasul..

Assalamualaikum wahai saudara-saudaraku mukminin dan mukminat, warahmatullahi wabarakatuh..

Beliau (Imam Khomeini) adalah seorang Al-Arif billah ! yang bukan dicapai olehnya melalui kerumitan falsafah. Tetapi beliau memperolehnya dari kebersihan akalnya dan kejernihan ruhnya terhadap Allah swt dan dari situ beliau membuka wujudnya terhadap seluruh wujud yang ada, karena insan yang hidup bersama Allah dalam cakrawala makrifat maka dia adalah seorang manusia yang hidup penuh inspirasi dalam setiap fikirannya, kalbunya dan setiap gerak geriknya dalam kehidupan. Maka manusia yang mengenal Allah swt akan membuka dirinya terhadap manusia yang lain, yang setiap kali berbeda dengan manusia yang lain dalam beberapa perkara yang tampak dalam hubungannya tentang Allah atau berkenaan dengan berbagai macam pemikiran maka manusia tersebut bersama dengan manusia-manusia itu yang menginginkan kebebasan, memberikan satu kreasi, mendalami, tumbuh dan menjadikan kebenaran itu sebagai hakikat pada akhir perjalanannya.

Sesungguhnya manusia yang hidup bersama Allah dalam akal pikirannya, kecintaan dalam kalbunya dan gerakan dalam hidupnya adalah Manusia yang tidak mencoba ‘memenjarakan’ Allah dalam ke-egoisannya dan ke-akuannya akan tetapi dia hidup bersama Allah dalam menghadapi problematika, maka sepatutnya manusia itu membuka seluruh kehidupnya. Dan prolematika yang sering dihadapi oleh manusia yang hidup dalam penjara diri mereka sendiri atau penjara kelompoknya atau partainya atau kefanatikan lainnya, mereka adalah manusia yang belum mengenal Allah, sekalipun mereka meneriakkan nama-Nya ribuan kali. Untuk itu jika manusia membuka diri kepada Allah berarti ia membuka diri kepada seluruh manusia, mencermati manusia dalam seluruh dimensi dan sisinya. Bagaimana keterbelakangan itu mengubah akal pikirannya sehingga menutup seluruh nuraninya dan bagaimana fanatisme itu bergerak sehingga memisahkan dirinya dari orang lain, dari realitas kehidupannya dan akhirnya memisahkan dirinya dari Allah.

Begitulah kami melihatnya ketika beliau (Imam Khomeini) seorang arif yang membuka dirinya kepada Allah dan membuka dirinya terhadap kehidupan dan manusia maka dialah seorang faqih. Seorang faqih yang fikihnya hidup dan dapat diterima dalam kehidupan manusia seluruhnya. Dia tidak hidup dengan manusia dan memandang mereka secara parsial tetapi beliau justru menangani problematika manusia dari satu bagian ke bagian yang lain, dalam setiap isu dan rasa sakit dalam nurani mereka. Begitulah fikihnya berlanjut hingga beliau menyerang rezim yang pada hakekatnya yang beliau lakukan itu bahkan membenahi manusia seluruhnya. Dia tidak ingin fikihnya ambruk dan jatuh kedalam lingkaran yang sempit tetapi ia ingin fikih itu hidup bersama manusia dan untuk manusia. Sebagaimana beliau selalu berbicara bahwa agama diciptakan untuk melayani manusia dan bukan sebaliknya, manusia yang melayani agama. Sebagaimana firman Allah dalam Al-Qur’an:

يا أيها الذين آمنوا استجيبوا لله وللرسول إذا دعاكم لما يحييكم...

"Hai orang-orang yang beriman, penuhilah seruan Allah dan seruan Rasul apabila Rasul menyeru kamu kepada suatu yang memberi kehidupan kepada kamu..” (Q.S: Al Anfal : 24)



Begitulah wahai saudara-saudaraku tercinta, kepribadian seorang bijak hidup bersama kepribadian seorang fakih dan kemudian menjadi sebuah gerakan revolusi. Kemudian menjadikan manusia dalam cakrawala Allah dan ini adalah rahasia dari revolusinya. Ketika berfikir tentang manusia beliau menggali seluruh problem manusia itu, beliau menjadikan dirinya, akalnya, hatinya dan jiwanya sebagai tolak ukur dalam menyelesaikan masalah manusia. Begitu juga beliau melihat pihak yang ingin menempatkan kemanusiaan dengan segala macam fasilitas melalui arogansi yang hidup dengan pribadi yang keras, arogansi yang menguasai manusia, beliau berfikir bahwa mereka menggunakan dalih kelalaian manusia dalam unsur-unsur kekuatannya dan pergerakan eksistensinya. Dan beliau melihat disana ada banyak firaun yang mengajukan dirinya untuk menjadi tuhan untuk manusia. Dan beliau melihat banyak manusia menjadi penyembah-penyembah berhala dirinya sendiri, untuk itu beliau berkata; “Sesungguhnya seluruh kekuatan itu hanya milik Allah semata...”, “.. Dan kemuliaan itu hanya milik Allah..” dan beliau selalu berkata kepada manusia, “Kalian memiliki unsur kemanusiaan, maka usahakanlah unsur itu untuk menjadi sebuah kekuatan dan kalian juga memiliki unsur kekuatan dari sekeliling kalian maka usahakanlah itupun ikut tumbuh bersama kalian, sedangkan para penguasa zalim menyimpan banyak kelemahan dalam dirinya dan sekitarnya dan janganlah kalian sekali-kali melupakan hal itu, cermatilah dengan unsur kekuatan kalian. Jika kalian ingin menjadi orang yang realistis sebagaimana yang terjadi pada banyak manusia sesuai dengan mimpi-mimpinya, agar manusia itu tidak menjadi idealis dan melayang diatas dalam berbicara mengenai kekalahan dan kemenangan, atau dalam masalah perang dan damai, atau berkenaan dengan politik dsb”. Dan Imam Khomeini adalah seorang yang realistis – dalam makna yang paling dalam, akan tetapi beliau tidak memandang bahwa realistis itu berarti pasrah terhadap realita itu sendiri bukan juga tunduk terhadap identitas dari realita, akan tetapi realistis itu adalah merubah realita dengan perangkat realita itu sendiri, mencari potensi kekuatan dalam realita dan menggunakannya, karena mereka (mustakbirin) tidak dilahirkan dengan kekuatan tetapi mereka justru mengambil kekuatan itu dari realita mereka dan kemudian mereka menjadi orang yang memiliki kekuatan. Lalu mengapa kalian tidak menjadi orang-orang kuat?”

Untuk itu seluruh kegelisahannya diawal revolusi atau sebelum memperoleh kemenangan itu atau setelah kemenangan, beliau mengosongkan pikiran manusia, hati, gerakan dan perasaan dari rasa takut menghadapi penguasa zalim atau perasaan itu yang tumbuh dalam jiwa mereka. Untuk itu beliau berkata kepada manusia, “Tataplah’ Allah dan tataplah mereka (mustakbirin)! dan perbandingkanlah antara keduanya, antara kekuatan Allah dan kekuatan mereka. Jika kalian mendapatkan keseimbangan atau kesamaan dalam beberapa hal maka berarti kalian harus mempelajari permasalahannya hingga tuntas (hingga tidak ada yang dapat dibandingkan dengan-Nya) dan jangan kalian hanya berhenti pada awalnya karena setiap persoalan jika kalian mempelajarinya maka akhirnya dapat diselesaikan dengan mempelajari fakta-fakta yang ada.

Begitulah, mungkin banyak manusia mentertawakan, dan saya mendengar dari kelompok ini, ketika beliau mengatakan; “Tidak barat dan tidak timur!”. Yang beliau maksud timur adalah Uni Soviet dan barat adalah Amerika dan Eropa, maka banyak orang mentertawakannya, “Apa kekuatan orang tua ini ketika berdiri dan mengatakan tidak barat dan tidak timur?”. Karena tidak barat dan tidak timur dianggap sebagai sesuatu kesombongan pada saat itu. Beliau berkata, “Problem timur adalah dimana mereka takut akan masa depan dan pertumbuhan ekonominya terhadap dunia barat, takut akan keamanan dan politiknya”. Disitu beliau mampu menghidupkan insaniah manusia hingga menjadikan sebuah slogan, menjadi sebuah gerakan, dan sebaliknya, tidak menjadikan gerakan hanya menjadi sebuah slogan. Beliaupun tidak menjadikan slogan hanya sebuah komoditi tetapi justru menjadikan slogan tersebut menjadi sebuah kalimat yang memerankan keinginan manusia dalam menyusun kekuatan menghadapi kezaliman.


Begitulah beliau akhirnya mampu membebaskan Iran dan kawasan sekitarnya dan mampu menginspirasi kawasan walau hanya membebaskan rasa takut di kawasan. Beliau mampu menyingkirkan rasa takut dalam setiap diri manusia dan menjadikan manusia percaya diri akan potensinya bahkan sering dikatakan orang bahwa beliau telah memberikan dampak, bahkan mengekspor revolusinya. Dan revolusi itu wahai saudara-saudara tercinta…, bukanlah urusan kementrian ekonomi yang mengurusi ekspor-impor tetapi revolusi itu adalah gerakan akal, perasaan yang membara, dan revolusi itu tumbuh dari kemanusiaan kalian ketika kemanusiaan itu hidup dalam kebebasan dan kesadaran terhadap diri dan lingkungan kalian. Untuk itu, tidak mungkin mengekspor sebuah revolusi kepada suatu masyarakat yang tidak memilki kesadaran. Dan beliau selalu berpikir bagaimana caranya menumbuhkan kesadaran dalam setiap jiwa manusia.

Begitu pula ketika beliau membicarakan Amerika, dan sebagian orang mentertawakannya ketika beliau mengatakan “Amerika adalah setan besar!”, akan tetapi beliau sesungguhnya mengetahui kekuatan Amerika dan beliau mengenal betul apa yang dimiliki Amerika dengan kekuatan materinya. Beliau memahami betul barometer apa yang digunakan Amerika dan beliau tidak ingin manusia tertipu dengan barometer yang selalu digunakan Amerika dimana satu pendapat umum lahir bahwa tidak mungkin ekonomi sebuah bangsa maju kecuali bergantung kepada amerika. Dan tidak mungkin sebuah politik itu berjalan kecuali bersama amerika. Dan tidak mungkin keamanan itu didapat kecuali bekerjasama dengan amerika. Dan beliau berkata, mari kita mencobanya (tanpa amerika)! Dan percobaan itu telah beliau mulai. Dan Iran pun mampu – dengan segala macam luka yang dideritanya dan problem yang dialaminya – untuk mendirikan sebuah Negara. “Kita akan membangun ekonomi walaupun penuh dengan luka, dan kita akan membangun sebuah kekuatan yang mampu menghadapi kekuatan yang menghadang, dan kita harus merencanakan banyak hal!” dan akhirnya percobaan itu berhasil.

Dan ketika Amerika berusaha untuk meng-embargonya dan mencoba untuk menyerangnya dan mencoba membenturkan Iran dengan Irak, perang media, perang ekonomi, dan Imam Khomeini telah mempelajari realita itu serta koalisi antara Amerika dan Eropa dalam politik memiliki banyak lubang kelemahan dalam sisi ekonomi. Akhirnya beliaupun meruntuhkan embargo yang dipaksakan Amerika terhadap Iran dimana yang awalnya memaksa sekutu-sekutunya di Eropa untuk ikut dalam meng-embargo Iran namun pada akhirnya kerjasama Iran dan Eropa berlanjut. Dan Iran telah melakukan sebuah ujicoba yang berhasil dan disaksikan oleh dunia, setidaknya itu sebuah pesan untuk Negara Dunia Ketiga. Adalah hal yang mungkin bagi Negara Dunia Ketiga untuk melepaskan diri dari ketergantungan kepada amerika. Adalah sebuah keharusan untuk mendapatkan sebuah kemerdekaan yang hakiki.

Begitulah jika kalian ingin mendapatkan kemerdekaan itu maka tidak mungkin kecuali dengan memerdekakan nurani dan mengobati segala luka yang ada pada diri kalian. Sekarang kita berandai-andai, kita melihat sebagian rakyat yang berhasil melawan penguasa zalim seperti ini, kita berkata kepada manusia yang mencoba mencari-cari titik lemah dari Republik Islam Iran untuk mengatakan bahwa percobaan itu gagal atau sebuah masa depan yang gelap. Maka saya katakan: pelajarilah sisi-sisi lainnya. Problematika kita di timur adalah kita selalu melihat sisi negatif politik, keamanan, ekonomi dan agama dan kita tidak melihatnya dalam sudut pandang yang positif. Untuk itu sudah saatnya kita keluar dan berpikir positif dan meninggalkan sudut pandang yang negatif.

Begitu juga ketika kita melihat masalah Israel. Dimana dunia arab ditahun 1950, 1960, 1970 an melihat Israel sebagai kekuatan yang tak terkalahkan, atau sebagaimana dikatakan oleh para pemimpin arab bahwa melawan Israel berarti melawan Amerika dan kita semua tidak memiliki kekuatan untuk melawan Amerika. Dan mereka berkata jika kalian mau berdampingan dengan Israel maka kalian akan mendapatkan kehidupan yang layak dan tenteram, karena kelayakan dan ketentraman itu (saat itu) tidak ada di mesir, Jordan dan tidak ada juga di negara-negara teluk. Maka logika itu dikatakan sebagai penyakit kanker agar dunia ketiga memahami logika bahwa Israel bukanlah sebuah bangsa menjajah tanah bangsa lain tetapi sebuah peradaban yang ingin dipaksakan kepada bangsa lain. Ketika orang berkata hanya slogan maka beliau berkata dengan realita.

Seperti yang dikatakan orang, Al-Quds adalah pasangan dari Pan Arabisme, Al Quds adalah pasangan pasangan dari keislaman dan juga kemanusiaan. Dan beliau juga berkata bahwa beliau juga berharap kelak Al-Quds selalu diingat sepanjang tahun, Al-Quds juga sebagai sikap yang mencerminkan sikap pada setiap permasalahan. Tetapi sebgaimana kebiasaan mereka mengatakan Yawm Al-Quds itu produk Iran, bahkan orang-orang palestina sendiri tidak menyambut Yawm Al-Quds dan (anehnya) mereka merencanakan perang terhadap Israel.

Dan jika kalian berbicara tentang kemenangan 25 Mei atau kemenangan Lebanon atau kemenangan para pejuang, maka kalian harus berbicara tentang kemenangan revolusi Imam Khomeini ridwanullahi alaih dalam rencananya, ruhnya, spiritnya, karena dialah yang memberikan semua spirit ini kepada semua pahlawan dan syuhada yang telah berjuang dengan penuh kesadaran dan mengerti bagaimana memulai dan bagaimana mengakhiri perjuangan. Seandainya tidak ada spirit tersebut yang dilepaskan menjadi pemikiran dalam akal kita, menjadi perasaan dalam hati, menjadi gerakan dalam keinginan kita dalam menghadapi tantangan maka kita tidak akan dapat mengerti arti sebuah kemenangan. Dan masih banyak yang berkata disekitar kita dalam kekuatan Lebanon itu masih tersimpan banyak kelemahan-kelemahan! Maka biarkanlah Lebanon lemah! Hati-hati jangan berikan keberanian kepada Lebanon! Jangan biarkan Lebanon percaya diri! Biarkan Lebanon seorang diri! Jadikan Lebanon seolah ia menjadi anak yatim! Sebagaimana negara-negara arab mempercayainya. Mereka takut dengan perjuangan sedangkan imam Khomeini dalam seluruh akalnya adalah perjuangan. Beliau memberikan kekuatan dengan pikiran dan rencananya. Sedangkan sebagian yang lain sampai sekarang masih takut dengan perjuangan bahkan sebagian gemetar ketika membicarakah daerah pertanian shebaa (tanah Lebanon yang masih diduduki Israel). Kemudian mereka berfilsafat apakah daerah shebaa milik Lebanon? atau Syria? Apakah PBB mengakuinya? Apakah arab mengakuinya? dan seterusnya. Berapa banyak kita mematikan filsafat seperti itu dan berapa banyak kita kalahkan filsafat seperti itu?.

Kemudian palestina...
Israel adalah Amerika dan mayoritas Negara-negara arab berpihak pada Amerika sedangkan dunia Eropa berwajah dua, satu untuk Amerika dan satu untuk lainnya. Tetapi pejuang palestina, rakyat palestina, wanita-wanita palestina, para orang tua palestina mampu menyeret Israel kepada masalah yang rumit. Apakah kalian mengira bahwa PBB datang untuk menyelesaikan masalah Palestina? Begitu juga apakah Amerika ikut campur untuk menyelesaikan masalah palestina? Saya ingin katakan bahwa mereka datang bukan untuk menyelesaikan masalah palestina tetapi untuk kepentingan Israel. Maka saya melihat tidak ada pilihan bagi rakyat palestina kecuali melanjutkan intifada (perlawanan) dan maju dan tidak ada pilihan bagi negara-negara arab jika mereka masih menghormati ke-arab-an mereka untuk bergabung dalam intifada itu baik dalam sisi politik atau ekonomi atau media dan seterusnya. Dan Imam Khomeini melakukan semua itu kepada setiap para pejuang di Lebanon, di palestina, dan setiap pejuang kebebasan dan memiliki akal dalam pikiran mereka, nurani dalam hati mereka. Maka kepada kalian, pelajarilah beliau dengan baik, pelajarilah istilah-istilah yang beliau lontarkan, dan jangan sekalipun mentertawakan kalimat Setan besar, sedang maupun kecil. Bisa jadi masalah kita sesungguhnya adalah kita pecandu setan dan melupakan Allah..

وَلَا تَكُونُوا كَالَّذِينَ نَسُوا اللَّهَ فَأَنسَاهُمْ أَنفُسَهُمْ ۚ أُولَـٰئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ

" Dan janganlah keadaan kalian seperti orang-orang yang telah lupa kepada Allah, maka Allah-pun lupa kepada diri-diri mereka, merekalah orang-orang yang fasik" (QS. Al Hasyr : 19)

Saya akhiri ceramah ini dengan memohon ampunan kepada Allah, sesungguhnya Allah maha Pengampun dan Maha Penyayang..
Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Sumber


0 komentar:

Posting Komentar

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More