" Syarif al-Murtadha (w. 436H) menyatakan al-Qur'an telah dijaga
dengan rapi karena ia adalah mu'jizat dan sumber ilmu-ilmu
Syarak,bagaimana ia boleh diubah dan dikurangkan? Selanjutnya beliau
meyatakan orang yang mengatakan al-Qur'an itu kurang atau lebih tidak
boleh dipegang pendapat mereka (al-Tabrasi, Majma' al-Bayan, I, hlm.
15)."
Sesungguhnya Syi'ah mempercayai bahwa al-Qur'an yang ada sekarang
adalah benar dan mereka beramal dengannya. Tetapi tidak dinafikan bahwa
terdapat kitab-kitab karangan ulama Syi'ah seperti al-Kulaini dan
lain-lain yang telah mencatat tentang kurang atau lebihnya ayat-ayat
al-Qur'an yang ada sekarang, tetapi ketahuilah anda bahwa bukanlah
semua riwayat itu sahih malah ada yang sahih dan ada yang dha'if.
Contohnya al-Kulaini telah meriwayatkan di dalam al-Kafi bahwa
Rasulullah Saww telah dilahirkan pada 12 Rabi'ul Awwal tetapi riwayat
tersebut ditolak oleh mayoritas ulama Syi'ah karena setelah melalui
penelitian yang lebih serius mereka berpendapat bahwa Nabi Saww telah
dilahirkan pada 17 Rabi'ul Awwal.
Begitu juga mereka menolak kitab al-Hassan bin al-'Abbas bin
al-Harisy yang dicatat oleh al-Kulaini di dalam al-Kafi, malah mereka
mencela kitab tersebut. Begitu juga mereka menolak riwayat al-Kulaini
bahwa orang yang disembelihkan itu adalah Nabi Ishaq bukan Nabi Isma'il
AS (al-Kafi, IV, hlm. 205). Justeru itu riwayat al-Kulaini umpamanya
tentang kekurangan dan penambahan ayat-ayat al-Qur'an adalah riwayat
yang lemah (Majallah Turuthuna, Bil. XI, hlm. 104).
Karena ulama Syi'ah sendiri telah menjelaskan kelemahan-kelemahan
yang terdapat di dalam al-Kafi, malah mereka menolak sebahagian besar
riwayat al-Kulaini. Begitu juga dengan kitab al-Istibsar fi al-Din,
Tahdhib al-Ahkam karangan al-Tusi dan Man La Yahdhuruhu al-Faqih
karangan Ibn Babuwaih, sekalipun 4 buku tersebut dikira muktabar di
dalam mazhab Syi'ah, umpamanya al-Kafi yang mempunyai 16,199 hadith
telah dibagikan menjadi 5 bagian (di antaranya):
1. Sahih, mengandungi 5,072 hadith.
2. Hasan, 144 hadith.
3. al-Muwaththaq, 1128 hadith (iaitu hadith-hadith yang diriwayatkan
oleh orang yang bukan Syi'h tetapi mereka dipercayai oleh Syi'ah).
4. al-Qawiyy, 302 hadith.
5. Dhaif, 9,480 hadith. (Lihat Sayyid Ali al-Milani, al-Riwayat Li
Ahadith al-Tahrif di dalam Turuthuna, Bil. 2, Ramadhan 1407 Hijrah, hlm.
257).
Oleh itu riwayat-riwayat tentang penambahan dan kekurangan al-Qur'an
telah ditolak oleh ulama Syi'ah Imamiyah mazhab Ja'fari dahulu dan
sekarang. Syaikh al-Saduq (w. 381H) menyatakan "i'tiqad kami bahwa
al-Qur'an yang telah diturunkan oleh Allah ke atas Nabi Muhammad SAWW
dan keluarganya adalah di antara dua kulit (buku) yaitu al-Qur'an yang
ada pada orang banyak dan tidak lebih dari itu. Setiap orang yang
mengatakan al-Qur'an lebih dari itu adalah suatu kedustaan." (I'tiqad
Syaikh al-Saduq, hlm. 93). Syaikh al-Mufid (w. 413H) menegaskan bahwa
al-Qur'an tidak kurang sekalipun satu kalimat, satu ayat ataupun satu
surah (Awa'il al-Maqalat, hlm. 55). Syarif al-Murtadha (w. 436H)
menyatakan al-Qur'an telah dijaga dengan rapi karena ia adalah mu'jizat
dan sumber ilmu-ilmu Syarak, bagaimana ia boleh diubah dan dikurangkan?
Selanjutnya beliau meyatakan orang yang mengatakan al-Qur'an itu
kurang atau lebih tidak boleh dipegang pendapat mereka (al-Tabrasi,
Majma' al-Bayan, I, hlm. 15). Syaikh al-Tusi (w. 460H) menegaskan bahwa
pendapat mengenai kurang atau lebihnya al-Qur'an adalah tidak layak
dengan mazhab kita (al-Tibyan fi Tafsir al-Qur'an, I, hlm.3). Begitu
juga pendapat al-Allamah Tabataba'i dalam Tafsir al-Mizan, Jilid 7, hlm.
90 dan al-Khu'i dalam Tafsir al-Qur'an al-'Azim, I, hlm. 100, mereka
menegaskan bahwa al-Qur'an yang ada sekarang itulah yang betul dan tidak
ada penyelewengan.
Demikianlah sebahagian daripada pendapat-pendapat ulama Syi'ah dahulu
dan sekarang yang mengakui kesahihan al-Qur'an yang ada pada hari ini.
Imam Ja'far al-Sadiq AS berkata,"Apabila datang kepada kamu dua hadith
yang bertentangan maka hendaklah kamu membentangkan kedua-duanya
kepada Kitab Allah dan jika tidak bertentangan dengan Kitab Allah, maka
ambillah dan jika ia bertentangan Kitab Allah, maka tinggalkanlah ia"
(Syaikh, al-Ansari, al-Rasa'il, hlm. 446).
Kata-kata Imam Ja'far al-Sadiq itu menunjukkan al-Qur'an yang wujud
sekarang ini adalah al-Qur'an yang diturunkan oleh Allah ke atas Nabi
Saww tanpa tambah dan kurang jika tidak, tidak menjadi rujukan kepada
Muslimin untuk membentangkan hadith-hadith Nabi Saww yang sampai kepada
mereka. Oleh itu mazhab Syi'ah Ja'fari samalah dengan mazhab Ahlus
Sunnah dari segi keyakinan mengenai penjagaan al-Qur'an dari
penyelewengan, dan mengenai riwayat-riwayat tahrif al Qur'an ternyata
juga banyak terdapat di dalam kitab-kitab Sahih Ahlus Sunnah sendiri
yang mencatatkan bahwa al-Qur'an telah ditambah, dikurang dan
ditukarkan, di antaranya seperti berikut:
1. Al-Bukhari di dalam Sahihnya, VI, hlm. 210 menyatakan (Surah
al-Lail (92):3 telah ditambah perkataan "Ma Khalaqa" oleh itu ayat yang
asal ialah "Wa al-Dhakari wa al-Untha" tanpa "Ma Khalaqa". Hadith ini
diriwayatkan oleh Abu al-Darda', kemudian ianya dicatat pula oleh
Muslim, Sahih,I,hlm. 565; al-Turmudhi, Sahih, V, hlm. 191.
2. Ahmad bin Hanbal, al-Musnad, I, hlm. 394; al-Turmudhi, Sahih, V,
hlm. 191 menyatakan (Surah al-Dhariyat (51):58 telah diubah dari teks
asalnya "Inni Ana r-Razzaq" kepada "Innallah Huwa r-Razzaq" yaitu teks
sekarang.
3. Muslim, Sahih, I, hlm. 726; al-Hakim, al-Mustadrak, II, hlm. 224
meriwayatkan dari Abu Musa al-Asy'ari,"Kami membaca satu surah seperti
Surah al-Bara'ah dari segi panjangnya, tetapi aku telah lupa, hanya aku
mengingati sepotong dari ayatnya,"Sekiranya anak Adam (manusia)
mempunyai dua wadi dari harta, niscaya dia akan mencari wadi yang ketiga
dan perutnya tidak akan dipenuhi melainkan dengan tanah."
4. Al-Suyuti, al-Itqan, II, hlm. 82, meriwayatkan bahwa 'Aisyah
menyatakan Surah al-Ahzab (33):56 pada masa Nabi SAWW adalah lebih
panjang yaitu dibaca "Wa'ala al-Ladhina Yusaluna al-Sufuf al-Uwal"
setelahnya "Innalla ha wa Mala'ikatahu Yusalluna 'Ala al-Nabi..." Aisyah
berkata,"Yaitu sebelum Uthman mengubah mushaf-mushaf."
5. al-Muslim, Sahih, II, hlm. 726, meriwayatkan bahwa Abu Musa
al-Asy'ari membaca setelah Surah al-Saf (61):2, "Fatuktabu syahadatan fi
A'naqikum..."tetapi itu tidak dimasukkan ke dalam al-Qur'an sekarang.
6. Al-Suyuti, al-Itqan, I, hlm. 226 menyatakan bahwa dua surah yang
bernama "al-Khal" dan "al-Hafd" telah ditulis dalam mushaf Ubayy bin
Ka'b dan mushaf Ibn 'Abbas, sesungguhnya 'Ali AS mengajar kedua-dua
surah tersebut kepada Abdullah al-Ghafiqi, 'Umar dan Abu Musa al-Asy'ari
juga membacanya.
7. Malik, al-Muwatta', I, hlm. 138 meriwayatkan dari 'Umru bin Nafi'
bahwa Hafsah telah meng'imla' "Wa Salati al-Asr" selepas Surah
al-Baqarah (2): 238 dan ianya tidak ada dalam al-Qur'an sekarang.
Penambahan itu telah diriwayatkan juga oleh Muslim, Ibn, Hanbal,
al-Bukhari, dan lain-lain.
8. Al-Bukhari, Sahih, VIII, hlm. 208 mencatatkan bahwa ayat
al-Raghbah adalah sebahagian daripada al-Qur'an iaitu "La Targhabu 'an
Aba'ikum" tetapi ianya tidak wujud di dalam al-Qur'an yang ada sekarang.
9. Al-Suyuti, al-Itqan, III, hlm. 82; al-Durr al-Manthur, V, hlm. 180
meriwayatkan daripada 'Aisyah bahwa dia berkata,"Surah al-Ahzab dibaca
pada zaman Rasulullah SAWW sebanyak 200 ayat, tetapi pada masa 'Uthman
menulis mushaf ianya tinggal 173 ayat sahaja."
10. Al-Suyuti, al-Durr al-Manthur, V, hlm. 192 mencatatkan bahwa di
sana terdapat ayat yang tertinggal selepas Surah al-Ahzab (33):25 iaitu
"Bi 'Ali bin Abi Talib". Jadi ayat yang dibaca, "Kafa Llahul Mu'minin
al-Qital bi 'Ali bin Abi Talib."
11. Ibn Majah, al-Sunan, I, hlm. 625 mencatat riwayat daripada
'Aisyah RD dia berkata: ayat al-Radha'ah sebanyak 10 kali telah
diturunkan oleh Allah dan ianya ditulis dalam mushaf di bawah katilku,
tetapi manakala wafat Rasulullah SAWW dan kami sibuk dengan
kewafatannya, maka ianya hilang.
12. Al-Suyuti, al-Itqan, III, hlm. 41 mencatatkan riwayat daripada
'Abdullah bin 'Umar, daripada bapanya 'Umar bin al-Khattab, dia
berkata,"Janganlah seorang itu berkata aku telah mengambil keseluruhan
al-Qur'an, apakah dia tahu keseluruhan al-Qur'an itu? Sesungguhnya
sebahagian al-Qur'an telah hilang dan katakan sahaja aku telah mengambil
al-Qur'an mana yang ada." Ini bererti sebahagian al-Qur'an telah
hilang.
Demikianlah di antara catatan para ulama Ahlus Sunnah mengenai
al-Qur'an sama ada lebih atau kurang di dalam buku-buku Sahih dan
muktabar mereka. Bagi orang yang mempercayai bahwa semua yang tercatat
di dalam sahih-sahih tersebut adalah betul dan wajib dipercayai, akan
menghadapi dilema, karena kepercayaan sedemikian akan membawa mereka
kepada mempercayai bahwa al-Qur'an yang ada sekarang tidak sempurna,
sama ada berkurangan atau berlebihan. Jika mereka mempercayai al-Qur'an
yang ada sekarang adalah sempurna – dan memang sempurna - ini bererti
sahih-sahih mereka tidak sempurna dan tidak sahih lagi. Bagi Syi'ah
mereka tidak menghadapi dilema ini karena mereka berpendapat bahwa bukan
semua riwayat di dalam buku-buku mereka seperti al-Kafi, al-Istibsar
fi al-Din dan lain-lain adalah sahih, malah terdapat juga
riwayat-riwayat yang lemah.
Oleh itu untuk mempercayai bahwa al-Qur'an yang ada sekarang ini
sempurna sebagaimana yang dipercayai oleh Syi'ah mazhab Ja'fari, maka
Ahlus Sunnah terpaksa menolak riwayat-riwayat tersebut demi
mempertahankan kesempurnaan al-Qur'an. Dan mereka juga harus menolak
riwayat-riwayat yang bertentangan dengan al-Qur'an dan akal seperti
hadith yang diriwayatkan oleh al-Bukhari dan Muslim daripada Abu
Hurairah,"Sesungguhnya Neraka Jahanam tidak akan penuh sehingga Allah
meletakkan kakiNya, maka Neraka Jahanam berkata: Cukup,
cukup."(Al-Bukhari, Sahih, III, hlm. 127; Muslim, Sahih, II, hlm. 482).
Hadith ini adalah bertentangan dengan ayat al-Qur'an Surah al-Sajdah
(32):13 yang bermaksud,...."Sesungguhnya Aku akan penuhi Neraka Jahanam
dengan jin dan manusia." Juga bertentangan dengan Surah al-Syura
(42):11 yang menafikan tajsim "Tidak ada suatu yang perkarapun yang
menyerupaiNya."
Lantaran itu tidaklah mengherankan jika al-Suyuti di dalam Tadrib
al-Rawi, hlm. 36 menyatakan bahwa al-Bukhari telah mengambil lebih 480
periwayat yang tidak disebut atau diambil oleh Muslim dan ia mengambil
dari para perawi yang lemah, sama ada disebabkan oleh pembohongan dan
sebagainya, sementara Muslim pula mengambil 620 periwayat yang tidak
disebut atau diambil oleh al-Bukhari dan terdapat di dalamnya 160
periwayat yang lemah. Murtadha al-Askari pula menulis buku berjudul 150
sahabat fiktif, Beirut, 1968. Hanya nama-nama mereka saja disebutkan
oleh al-Bukhari dan Muslim tetapi mereka sebenarnya tidak pernah ada
sebelumnya hanya tokoh yang diada-adakan. Oleh itu 'sahih" adalah nama
buku yang diberikan oleh orang tertentu, misalnya al-Bukhari
menamakannya 'Sahih" yaitu sahih menurut pandangannya, begitu juga
Muslim menamakan bukunya 'Sahih" yaitu sahih menurut pandangannya namun
belum tentu shahih bagi ulama hadits lainnya.
Justru itu kitab-kitab 'sahih' tersebut hendaklah dinilai dengan
al-Qur'an, karena Sahih yang sebenar adalah sahih di sisi Allah SWT. Dan
kita bersaksi bahwa al-Qur'an yang ada di hadapan kita ini adalah
sahih dan tidak boleh diperselisihkan lagi.
Dengan itu anda tidak lagi menganggap Syi'ah mempunyai al-Qur'an
'lebih atau kurang' isi kandungannnya karena mereka sendiri menolaknya.
Dan telah dicatat di dalam kitab-kitab Sahih dan muktabar Ahlus Sunnah
tetapi mereka juga menolaknya. Dengan demikian Syi'ah dan Sunnah adalah
bersaudara di dalam Islam dan mereka wajib mempertahankan al-Qur'an
dan beramal dengan hukumnya tanpa menjadikan 'ijtihad' sebagai alasan
untuk menolak (hukum)nya pula.
Sumber
2 komentar:
adakah jln syiah -sunni bersatu? sumber sama lalu kenapa selalu saling menyerang/mencela ? berita2 pun yg beredar tdk seimbang sehingga menambah kebencian antara satu dgn yg lain. sepertinya ada dendam yg membara yg seharusnya tidak ada dlm pemeluk islam.seperti yg terjadi di timur tengah selalu syiah - sunni padahal saya yakin itu ulah korban politik kekuasaan mengatasnamakan agama
Tobat lah anda kaum syiah,
Posting Komentar