Pengasuh dan segenap Pengurus Ahlul Bayt Times mengucapkan Selamat Hari Raya Idul Adha 10 Zulhijah 1433 H.

Video

Senin, 13 Agustus 2012

Tafsir Surah Al-Fâtihah




Bismillâhirrahmânirrahîm

Mukaddimah

Di dunia modern dan industri saat ini, setiap alat yang diproduksi oleh perancang dan penciptanya, selalu disertai dengan buku petunjuk pengoperasian dan pemeliharaan, seperti buku petunjuk lemari es atau televisi dan sebagainya, yang diberikan kepada para pembeli barang-barang tersebut; yang memuat perincian tentang bagian luar dan dalam peralatan tersebut, juga cara penggunaan yang benar, dan hal-hal yang berbahaya bagi alat itu, dan sebagainya, agar pembeli dapat mempelajarinya dan dapat memanfaatkannya dengan baik dan benar, juga agar mereka dapat menghindari hal-hal tertentu yang akan membuat barang tersebut cepat rusak. Saya dan Anda semua, juga seluruh manusia, adalah perangkat-perangkat yang sangat modern, yang telah diciptakan oleh Dzat yang Maha Pencipta lagi Maha Kuasa. Dan oleh karena kerumitan dan ketelitian yang sedemikian besar di dalam tubuh dan jiwa kita, maka kita tidak mampu mengenali hakikat diri kita sendiri, juga jalan kebahagiaan kita. Dari satu sisi, apakah kita ini lebih kecil dibanding dengan lemari es dan televisi, yang para perancang dan penciptanya berkewajiban menyertakan buku petunjuknya, sedangkan Pencipta kita tidak perlu menulis sebuah buku petunjuk kecil untuk kita?!! Apakah kita tidak memerlukan buku petunjuk, yang menjelaskan keistimewaan-keistimewaan tubuh dan jiwa manusia, yang menerangkan segala kemampuan dan potensi-potensi yang telah diciptakan dalam wujudnya, dan menyebutkan cara-cara yang benar dalam penggunaan semua itu? Yang lebih penting dari semuanya ialah penjelasan tentang bahaya-bahaya yang mengancam tubuh dan jiwa manusia, serta sumber-sumber kebinasaan dan kesengsaraannya secara terperinci. Dapatkah diterima, Allah yang menciptakan kita atas dasar rahmat dan kecintaan (mahabbah), lalu melepaskan kita begitu saja, tanpa menerangkan jalan kebahagiaan dan cara mencapai kesejahteraan bagi kita? Al-Quran adalah ibarat sebuah buku petunjuk tentang manusia yang Ia kirimkan. Di dalam kitab petunjuk inilah Allah SWT menerangkan jalan kebahagiaan dan kesejahteraan, juga faktor-faktor kebinasaan dan kesengsaraan manusia. Hubungan baik kekeluargaan dan kemasyarakatan, masalah-masalah hukum dan akhlak, keperluan-keperluan jiwa dan raga, tugas-tugas individu dan sosial, adat istiadat yang benar dan yang menyimpang di dalam masyarakat manusia, perintah-perintah dan undang-undang keuangan serta perekonomian, dan berbagai topik lain yang berperan di dalam kebaikan atau kerusakan individu dan masyarakat, semua itu dijelaskan di dalam Kitab ini. Meskipun di dalam Al-Quran disebutkan juga kisah-kisah tentang kaum-kaum terdahulu, berbagai peristiwa peperangan dan pertempuran, sejarah kehidupan umat manusia, baik lelaki maupun perempuan, akan tetapi Al-Quran bukanlah sebuah kitab cerita. Akan tetapi, ia adalah kitab pelajaran bagi kehidupan kita saat ini. Oleh karena itu, nama kitab ialah Al-Quran. Artinya bacaan. Sebuah kitab yang harus dibaca; hanya saja bukan sekedar dibaca dengan lidah, sebagaimana kitab pelajaran di sekolah-sekolah dasar. Ia adalah Kitab yang harus dibaca disertai dengan tafakkur dan tadabbur, sebagaimana yang diminta oleh Al-Quran itu sendiri. Tujuan pembahasan kita ini ialah mengupas ajaran-ajaran Al-Quran dalam bentuk terjamah dan penjelasan serta keterangan, yang akan kami berikan kepada kalian khusunya (kaum remaja dan generasi muda yang kami cintai) yang ingin memprogram kehidupan sesuai dengan jalan yang telah ditentukan oleh Allah demi kebahagian kalian, agar dengan acara ini akan terciptalah kesempatan bagi Anda, ketika membaca Al-Quran, Anda juga akan dapat mengambil manfaat bagi kehidupan di dunia. Kini marilah kita menghadapkan diri kita kepada Al-Quran, dan kita buka halaman pertama Kitab samawi ini. Surah pertama Al-Quran ialah Fâtihatul Kitâb.
Di kalangan umum, surah ini dikenal dengan nama Surah Al-Hamdu. Karena Al-Quran diawali oleh Surah ini, maka Surah ini pun dinamai Fâtihatul Kitâb yang artinya pembuka kitab. Kedudukan penting surah yang tak memiliki lebih dari tujuh ayat ini, cukup tergambar di dalam kenyataan bahwa diwajibkan dalam sehari semalam atas kita untuk membacanya dua kali di dalam setiap salat yang kita lakukan, dan salat akan batal tanpa membaca surah ini.
بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ
Surah yang merupakan pembukan Kitab Allah ini sendiri, dimulai dengan sebuah ayat dimana setiap pekerjaan yang tidak didahului oleh ayat ini, maka pekerjaan tersebut tidak akan membawa kebaikan. Ayat pertama ialah: Bismillâhirrahmânirrahîm. Artinya: Dengan nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.
Sejak dahulu, sudah menjadi kebiasaan di kalangan rakyat, bahwa pekerjaan-pekerjaan penting selalu dimulai dengan menyebut nama para pembesar mereka, untuk mendapat berkah darinya. Umpamanya, para penyembah patung atau berhala, mencari berkah dengan nama atau dengan kehadiran para kepala negara. Akan tetapi, Dzat yang lebih besar di antara segala sesuatu yang besar, adalah Allah SWT di mana kehidupan segala sesuatu yang hidup ini bermula dari-Nya. Bukan hanya kitab alam semesta, akan tetapi, kitab syari’at, yaitu Al-Quran dan semua kitab samawi, dimulai dengan nama-Nya. Islam mengajarkan kepada kita agar pekerjaan-pekerjaan kita, yang kecil dan yang besar, makan dan minum, tidur dan bangun, bepergian dan menaiki kendaraan, berbicara dan menulis, kerja dan usaha, pokoknya semua perbuatan kita, hendaknya kita mulai dengan Bismillâh (dengan nama Allah). Jika seekor binatang disembelih tanpa menyebut nama Allah, maka kita dilarang memakan daging binatang tersebut. Kata-kata "Bismillâh" tidak khusus di dalam agama Islam saja. Menurut ayat-ayat Al-Quran, kapal Nabi Nuh as juga bergerak diawali dengan kalimat "Bismillâh". Surat Nabi Sulaiman as kepada Balqis, juga diawali dengan kalimat "Bismillâh". "Bismillâh” adalah sebuah ayat lengkap, dan bagian dari Surat Al-Fâtihah. Oleh sebab itu, Ahli Bait Nabi SAWW tidak suka terhadap orang yang tidak membacanya atau membacanya dengan suara pelan di dalam salatnya. Mereka sendiri selalu membaca ayat ini, yaitu "bismillâhirrahmânirrahîm" dengan suara keras di dalam setiap salat yang mereka lakukan.
Ada beberapa hal yang dapat kita ambil sebagai pelajaran dari ayat ini. Pertama:
a."Bismillâh" merupakan sumber berkah dan jaminan bagi setiap pekerjaan, juga merupakan tanda tawakkal kepada Allah dan permohonan bantuan dari-Nya.
b."Bismillâh" memberi warna Ilahi kepada setiap pekerjaan, dan menyelamatkan pekerjaan-pekerjaan manusia dari bahaya syirik dan riya.
c."Bismillâh" artinya: Ya Allah aku tidak melupakan-Mu, maka janganlah Engkau melupakan aku.
d.Orang yang mengucapkan "Bismillâh" berarti telah menggabungkan diri kepada kekuatan tak terbatas dan lautan rahmat Ilahi yang tak bertepi.
الحمد لله رب العالمين
"Segala puji hanya bagi Allah Tuhan seluruh Alam."
Setelah menyebut nama Allah, maka kalimat pertama yang kita ucapkan Ialah syukur kepadanya. Allah Tuhan yang perkembangan dan kehidupan segala sesuatu di alam ini bersumber darinya, baik alam benda mati, tumbuh-tumbuhan, alam binatang, alam langit dan bumi. Ia-lah yang mengajarkan kepada lebah madu dari mana mencari makanan dan bagaimana cara membuat sarang. Ia juga mengajarkan pada semut bagaimana menyimpan makanannya untuk musim dingin. Ia pulalah yang menumbuhkan batang-batang gandum yang penuh dengan biji-biji hanya dari sebutir gandum, juga menumbuhkan sebatang pohon apel dari sebutir biji apel. Dialah yang menciptakan langit dengan kehebatan yang amat besar ini dan menetapkan garis edar setIap bintang dan setIap galaksinya. Dialah yang menciptakan kita dari setetes air yang memancar dan menumbuhkan kita di dalam perut ibu selama kurang lebih 6 hingga 9 bulan lebih beberapa hari. Lalu setelah lahir ke dunia Ia pun menyediakan segala keperluan untuk perkembangan kita. Ia membentuk badan kita sedemikian rupa sehingga mampu mempertahankan diri dari mikroba-mikroba pembawa penyakit dan jika salah satu tulang tubuh kita patah atau retak, maka tubuh kita memiliki kemampuan untuk mengatasinya sedemikIan rupa. Demikian pula jika tubuh memerlukan darah, maka secara otomatis ia memproduksinya untuk memenuhi keperluan tersebut. Akan tetapi, bukan hanya perkembangan dan pemeliharaan tubuh kita saja yang berada di tangan-Nya, akal dan perasaan juga Ia ciptakan untuk kita. Lalu Allah mengutus para Nabi dan kitab-kitab Samawi untuk mendidik kita. Dari ayat ini ada satu hal yang dapat kita ambil sebagai pelajaran yaitu ketergantungan kita dan seluruh alam ini kepada Allah SWT. Bukan hanya pada saat penciptaan, akan tetapi perkembangan dan keterpeliharaan kita juga datang dari-Nya. Oleh karena itu, hubungan Allah dengan segala yang maujud ini bersifat selamanya dan kekal. Oleh karena itu pulalah maka kita harus mensyukuri nikmat-nikmat-Nya. Bukan hanya di dunia, bahkan di hari akhirat pun ucapan penduduk syurga adalah Ahamdulillâh hi rabbul `âlamîn.
الرحمن الرحيم
"Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang".
Allah yang kita imani ialah manifestasi kasih sayang, cinta, maaf dan ampunan. Contoh-contoh rahmat dan cinta-Nya terdapat di dalam nikmat-nikmat-Nya yang amat banyak tak terhingga yang Ia ciptakan untuk kita. Bunga-bunga yang indah berbau harum, buah-buahan yang manis dan lezat rasanya, berbagai bahan makanan yang lezat dan penuh energi, bahan-bahan pakaian yang beraneka warna, semua dan semua merupakan hadiah-hadiah Allah kepada kita.
Cinta ibu kepada anaknya Ia tanamkan di dalam hati dan jiwa ibu kita sedangkan Allah sendiri memiliki cinta yang jauh lebih besar daripada cinta para ibu terhadap anak-anak mereka. Kemurkaan dan siksaannya pun datang dari tindakan Allah yang bertujuan memperingatkan dan adanya perhatian Allah terhadap kita. Bukannya karena sifat dendam atau niat menuntut balas.
Oleh karena itu, jika kita bertaubat dan menutupi kesalahan yang kita lakukan, maka Allah pasti akan mengampuni dan menghapus kesalahan dan dosa kita.
Dari Ayat ini dapat kita ambil pelajaran sebagai berikut yaitu bahwa Allah selalu mendidik dan memelihara segala yang maujud ini dengan rahmat dan kasih sayang, karena di samping sifat-Nya sebagai Rabbul ‘Âlamîn, penguasa dan pemelihara seluruh Alam. Ia juga menyebut dirinya sebagai Ar-Rahmân Ar-Rahîm, Maha pengasih dan maha penyayang.
Oleh karena itu, jika para pengajar dan pendidik ingin mendapatkan sukses, maka mereka harus bekerja berdasarkan mahabbah dan kasih sayang.
مالك يوم الدين
"Pemilik hari pembalasan."
Kata-kata Dîn berarti mazhab atau agama, juga berarti pembalasan. Adapun yang dimaksudkan dengan Yaumiddîn ialah Hari Qiamat yang merupakan hari perhitungan pemberian pahala dan pembalasan.
Meskipun Allah SWT adalah pemilik dan penguasa dunia sekaligus pemilik Akhirat, namun kepemilikan dan kekuasaan-Nya di hari Qiamat memiliki bentuk yang berbeda. Di hari itu tak ada siapa pun yang menguasai sesuatu. Harta kekayaan dan Anak-anak sama sekali tidak memiliki peran. Sahabat dan kerabat tak memiliki kekuasaan apapun.
Bahkan seseorang tidak memiliki kekuasaan terhadap anggota tubuhnya sendiri. Lidah tak diizinkan untuk mengucapkan permohonan ampun. Tidak pula pikiran memiliki kesempatan untuk berpikir. Hanya Allah yang memiliki kekuasaan penuh di hari itu.
Dari Ayat ini terdapat beberapa hal yang boleh kita ambil sebagai pelajaran:
a. Di samping harapan akan rahmat Allah yang tak terbatas sebagaimana yang dipaparkan dalam ayat sebelumnya, kita juga harus merasa takut akan perhitungan dan pembalasan hari Qiamat.
b. Dengan iman kepada hari Qiamat, maka kita tak perlu cemas bahwa perbuatan-perbuatan baik kita tak akan memperoleh balasan atau pahala.
c. Allah SWT maha mengetahui segala perbuatan baik dan buruk yang kita lakukan dan ia memiliki kemampuan untuk memberikan balasan maupun pahala.
إياك نعبد و إياك نستعين
"Hanya Engkaulah yang kami sembah dan hanya kepada-Mulah kami meminta pertolongan".
Di dalam ayat-ayat yang lalu Allah telah kita kenal bahwa Ia itu Rahmân dan Rahîm serta Rabbul `Âlamîn, juga Mâliki Yaumiddîn. Sementara oleh karena kehebatan ciptaan-Nya dan nikmat-nikmat-Nya yang tak terhitung yang Ia curahkan kepada kita, maka kita mengucapkan syukur dan pujian kepadanya dengan mengatakan Alhamdulillâhi Rabbil `Âlamîn.
Sudah sepatutnyalah jika sekiranya kita menghadapkan diri kita kepadanya dan seraya mengatakan ketidakmampuan dan kelemahan kita, maka kita juga mengatakan bahwa kita adalah hamba-hamba-Nya yang tulus dan hanya dihadapan perintah-Mu Ya Allah, bukan di hadapan perintah-perintah selain-Mu kami menundukkan kepala. Kami bukan hamba-hamba Emas dan kekayaan duniawi juga bukan budak-budaknya kekuatan dan kekuasaan imperialis.
Karena salat yang merupakan manifestasi Ibadah dan penyembahan Tuhan dikerjakan secara berjamaah, maka umat Islam satu suara di dalam satu barisan secara kompak menyatakan bahwa“iyyâka na'budu wa iyyâka nasta'în”. Ya Allah, bukan hanya aku, tetapi semua kami adalah hamba-hamba-Mu dan kepada-Mulah kami memohon pertolongan. Ya Allah, bahkan ibadah yang kami lakukan ini pun adalah berkat pertolongan-Mu. Jika Engkau tidak menolong kami, maka kami pasti akan menjadi hamba dan budak selain-Mu.
Dari ayat mulia ini hal-hal berikut dapat kita ambil sebagai pelajaran:
a. Meskipun undang-undang yang menguasai alam-alam materi dan formula-formula fisika dan kimia kita yakini, namun semua itu berada di bawah kekuasan Allah dan kehendak-Nya. Oleh karena itu, kita adalah orang-orang yang berserah diri kepada Allah, bukannya kepada alam dan hanya kepada Allahlah kita memohon bantuan bahkan dalam urusan materi sekalipun.
b. Jika di dalam setiap salat dengan sepenuh hati dan khusyuk kita nyatakan bahwa kita hanya menghambakan diri kepada Allah, maka kita tak akan menjadi orang-orang yang congkak dan sombong.
اهدنا الصراط المستقيم
Kini kita menjulurkan tangan kepada-Nya dan memanjatkan doa sebagai berikut:"Tunjukilah kami jalan yang lurus"
Untuk kehidupan manusia terdapat bermacam-macam jalan. Jalan yang ditentukan sendiri oleh manusia berdasarkan keinginan dan tuntutan-tuntutan pribadi, jalan yang dilalui oleh masyarakat dan rakyat, jalan yang dilewati oleh orang-orang tua dan orang-orang bijak kita, jalan yang digariskan untuk masyarakat oleh para taghut dan penguasa lalim, jalan kelezatan lahiriyah duniawi, atau jalan ‘uzlah(pengasingan diri) dari segala bentuk aktifitas sosial.
Apakah manusia, di antara sekian banyak jalan dan berbagai cara hidup, tidak memerlukan petunjuk untuk dapat menemukan jalan yang benar dan lurus? Allah telah mengutus para Nabi dan menurunkan Kitab-kitab samawi. Dan hidayah kita terletak di dalam ketaatan dan kesungguhan kita dalam mentaati Rasul Allah, Ahlul Bait dan Al-Quran.
Oleh karena itu, maka di dalam setiap salat, kita memohon kepada Allah agar menunjuki kita jalannya yang terang dan lurus. Jalan yang tak berkelak-kelok dan tak bergelombang naik turun.
Jalan lurus adalah jalan tengah dan moderat. Jalan yang lurus berarti jalan kesimbangan dan kemoderatan di dalam segala urusan, dan keterjauhan dari segala bentuk ekstrimitas. Sebagian orang dalam menerima pokok-pokok akidah, mengalami penyimpangan, sementara sebagian yang lain dalam amal perbuatan dan akhlak, dan yang lain menisbahkan segala perbuatan kepada Allah, sehingga menurut mereka manusia tak lagi memiliki kehendak atau peran dalam menentukan nasib sendiri; sedangkan orang lain ada pula yang menganggap dirinyalah yang menentukan segala urusan dan setiap pekerjaan, sehingga menurut mereka Allah SWT tak lagi memiliki peran sama sekali dalam hal itu.
Sebagian orang kafir menganggap para pemimpin Ilahi sebagai manusia-manusia biasa, bahkan lebih rendah lagi, sebagai orang-orang yang gila. Sementara sebagian orang yang mengaku beriman menganggap beberapa Nabi, seperti Nabi Isa as sedemikian tinggi sehingga mencapai batas ketuhanan. Pemikiran dan perlaku-perilaku semacam ini menunjukkan penyimpangan dari jalan yang lurus, yang telah dicontohkan oleh Rasulullah dan Ahli Bait as.
Al-Quran juga memerintahkan kita agar menjaga keseimbangan dan jalan tengah dalam urusan-urusan ibadah, perekonomian dan sosial. Beberapa ayat berikut ini adalah beberapa contoh yang akan kita tampilkan.
Di dalam ayat 31 surah Al-A'raf, Allah SWT berfirman, "Makanlah dan minumlah, akan tetapi janganlah kalian berlebihan".
Di dalam ayat 110 surah Al-Isrâ`, disebutkan, "Janganlah kalian meninggikan bacaan salat kalian dan janganlah memelankannya; carilah jalan tengah diantara keduanya".
Demikian pula di dalam ayat 67 surah Al-Furqân, kita membaca, "Dan orang-orang yang menafkahkan harta, tidak berlebihan dan tidak pula terlalu kikir, mereka mengambil jalan tengah di antara keduanya".
Meskipun Islam sangat menekankan agar anak berbakti dan berlaku baik terhadap kedua orang tua, dan berkata, "Wabil wâlidaini ihsânâ" (dan berbuatlah baik kepada kedua orang tua), namun di samping itu, Al-Quran juga berfirman, "Falâ tuthi'humâ" (janganlah engkau mentaati keduanya). Yaitu ketika kedua orang tua mengajak kepada perbuatan tidak baik.
Kepada orang yang hanya mengejar ibadah seraya mengasingkan diri dari masyarakat, atau orang yang beranggapan bahwa mengabdi kepada rakyat adalah satu-satunya ibadah, Al-Quran mengajukan salat dan zakat bergandengan dan mengatakan, "Aqîmush sholâta wa âtuz zakâh" (Dirikanlah salat dan keluarkanlah zakat).
Kita tahu bahwa salat adalah hubungan antara makhluk dengan Khâliq, sedangkan zakat adalah hubungan antara sesama makhluk. Orang-orang beriman yang sebenarnya adalah mereka yang memiliki dua unsur sekaligus yaitu daya tolak dan daya tarik. Di dalam ayat terakhir Surah Al-Fath, Allah SWT berfirman, "Muhammad adalah utusan Allah, dan orang-orang yang bersamanya bersifat keras terhadap orang-orang kafir, tetapi lemah lembut terhadap sesama mereka".
Adapun beberapa poin yang dapat kita ambil sebagai pelajaran dari ayat ke-6 ini ialah:
a. Jalan kebahagiaan adalah jalan yang lurus yaitu shirâtul mustaqîm, karena:
Pertama, jalan Allah yang lurus bersifat tetap, berbeda dengan jalan-jalan atau cara hidup, yang dibuat oleh manusia, yang setiap saat berubah-ubah.
Kedua, sementara itu, jarak terpendek antara dua titik adalah garis lurus, yang merupakan sebuah jalan, tak lebih, dan sama sekali tak memiliki kelokan dan tanjakan, sehingga dalam waktu yang paling singkat ia akan membawa manusia sampai ke tujuan.
b. Pesan lainnya ialah dalam memilih jalan juga dalam berusaha bertahan untuk tetap berada di atas jalan yang lurus, kita harus memohon pertolongan dari Allah. Karena kita selalu berada dalam ancaman kekeliruan dan ketersesatan. Dan jangan dikira bahwa jika selama ini kita tak pernah mengalami kesesatan dan penyimpangan lalu kita akan selamanya berada di atas jalan kehidupan yang lurus. Betapa banyak diantara kita, manusia, yang telah melewati sebagian umurnya dengan iman, namun ketika telah memperoleh kekayaan atau pengkat kedudukan, maka ia melupakan Allah.
Karena pengenalan jalan yang lurus adalah pekerjaan yang sulit, maka ayat selanjutnya mengajukan teladan-teladan bagi kita agar kita dapat mencontohi mereka dalam rangka menemukan jalan lurus ini. Juga orang-orang yang menyimpang dari jalan ini, agar kita jangan ikut tersesat seperti mereka.
صِرَاطَ الَّذِيْنَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْرِ الْمَغْضُوْبِ عَلَيْهِمْ وَلاَ الضَّالِّيْنَ
"yaitu jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat, bukan jalan orang-orang yang Engkau murkai dan bukan pula jalan orang-orang yang sesat".
Dalam memilih jalan kehidupan, manusia terbagi menjadi tiga golongan. Golongan pertama ialah orang-orang yang memilih jalan Allah, dan meletakkan kehidupan pribadi dan masyarakat mereka di atas dasar undang-undang dan perintah-perintah yang telah Allah jelaskan di dalam Kitab-Nya. Golongan ini selalu tercakup oleh rahmat dan nikmat Ilahi yang khusus.
Golongan kedua berada di dalam keadaan yang berlawanan dengan golongan pertama. Mereka ini, meskipun mengetahui adanya kebenaran, namun tetap saja menolak Allah bahkan lari menuju kepada selain-Nya. Mereka ini lebih mengutamakan hawa nafsu mereka, keinginan-keinginan ilegal orang-orang dekat dan keluarga serta masyarakat mereka dari pada keinginan dan kehendak Allah SWT.
Kelompok ini secara perlahan memperlihhatkan akibat-akibat perbuatan dan perilaku mereka di salam keberadaan mereka. Sedikit demi sedikit mereka menjauh dari shirâthul mustaqîm; dan bukannya menuju ke arah Allah SWT dan mendapat rahmat-Nya, mereka terperosok ke jurang kesengsaraan dan kesusahan, serta menjadi sasaran kemurkaan dan kemarahan Ilahi, yang disebut oleh ayat ini sebagai orang yang "maghdhûbi alaihim", orang-orang yang dimurkai.
Sementara itu, kelompok ketiga ialah orang-orang yang tidak memiliki jalan yang jelas dan tertentu. Mereka itu orang-orang yang bingung dan tidak mengerti. Di dalam ayat ini mereka disebut sebagai orang-orang yang "dhôllîn", orang-orang yang sesat.
Di dalam setiap salat, kita menyerukan: Ihdinash shirôtol .........
Artinya: Ya Allah tunjukilah kami jalan yang lurus. Jalan yang dilalui oleh para Nabi, auliya, orang-orang suci dan orang-orang yang lurus. Mereka yang selalu berada di bawah curahan rahmat dan nikmat-nikmat khusus-Mu. Dan jauhkanlah kami dari jalan orang-orang yang telah menyimpang dari kemanusiaan dan menjadi sasaran kemurkaan-Mu, juga dari jalan orang-orang yang kebingungan dan sesat. Sampai di sini muncul pertanyaan sebagai berikut: siapakah orang-orang yang dimurkai dan sesat itu?
Orang-orang yang Dimurkai dan Sesat
Untuk menjawab pertanyaan ini, harus kita katakan bahwa di dalam Al-Quran banyak orang dan kaum yang disebut dengan sebutan di atas. Di sini kita akan singgung salah satu contohnya yang jelas dan nyata.
Bani Israil, yang sejarah kehidupan mereka sejak berada di bawah kekuasaan Fir'aun hingga mereka terselamatkan oleh Nabi Musa as, telah dijelaskan di dalam Al-Quran, pada suatu masa pernah memperoleh rahmat dan anugerah Allah yang tak terhingga, berkat ketaatan mereka terhadap perintah-perintahn-Nya. Bahkan Allah telah melebihkan mereka dari segenap kaum di muka bumi ini. Hal itu dapat kita baca di dalam ayat 47 surah Al-Baqarah yang berfirman, "Wahai Bani Israil, ingatlah nikmat-nikmat-Ku yang telah Kuberikan kepada kalian dan bahwa Aku telah mengutamakan kalian di atas segenap penghuni seluruh alam".
Akan tetapi, disebabkan perbuatan dan tingkah mereka, maka Bani Israil ini juga telah tertimpa murka Ilahi. Dalam hal ini Allah berfirman, "Wa bâ`û bi ghodhobim minallôh", (mereka pun tertimpa murka Allah). Karena mereka itu “yuharrifûnal kalim" (yaitu ulama-ulama Yahudi suka mengubah-ubah ajaran-ajaran samawi di dalam Kita Taurat), juga "wa'aklihimur ribâ", (kesukaan mereka memakan uang hasil riba), dan perbuatan-perbuatan haram lainnya.
Masyarakat umum Yahudi pun sudah suka memburu kesenangan duniawi dan sudah terbiasa dengan kemewahan hidup; sehingga membuat mereka tidak lagi bersedia membela agama dan tanah air. Ketika Nabi Musa mengajak mereka agar berjuang mengusir penjajah dari tanah ari mereka, mereka berkata, "Fadzhab anta wa Robbuka faqôtilâ innâ hâhunâ qô'idûn" (pergilah engkau dan Tuhanmu untu berperang. Adapun kami akan menunggu di sini).
Orang-orang yang baik di antara kaum Yahudi ini juga diam tanpa berbuat suatu apa pun menghadapi kesesatan dan penyimpangan ini. Akibatnya, kaum ini terperosok ke jurang kehinaan padahal sebelumnya mereka berada di puncak kemuliaan.
Beberapa hal berikut ini dapat kita ambil sebagai pelajaran dari ayat yang telah kita pelajari ini:
a. Dalam memilih jalan yang lurus, kita memerlukan teladan yang telah disebutkan oleh Allah di dalam ayat 69 surah An-Nisâ`, yaitu para Nabi, shiddîqîn (yaitu orang-orang yang membenarkan),shuhadâ dan saleh, yang merupakan orang-orang yang selalu mendapat rahmat dan ‘inâyah serta nikmat-nikmat khusus Allah SWT.
b. Pelajaran lain yang dapat kita ambil ialah bahwa meskipun segala sesuatu yang datang dari Allah SWT merupakan nikmat-nikmat, namun kemurkaan Allah akan datang menimpa kita karena perbuatan-perbuatan maksiat kita. Oleh karena itu, berkenaan dengan nikmat Ilahi, Al-Quran berfirman, “an'amta”, (Engaku telah memberi nikmat). Sedangkan ketika berbicara tentang kemurkaan, Al-Quran tidak mengatakan, “ghodhibta”, (Engkau telah murkai). Akan tetapi, Al-Quran mengatakan, “maghdhûbi alaihim”. Kata ini adalah sifat, yang menunjukkan lebih kekalnya kemurkaan tersebut.




0 komentar:

Posting Komentar

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More